Keinginan Jokowi Bangun Istana di Papua Dianggap Bukan Solusi
Jakarta (SI Online) – Wacana Presiden Jokowi yang akan membangun Istana Negara di Papua sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan persoalan di wilayah itu menuai kritik dari berbagai kalangan. Uniknya, bukan hanya DPR, kritik justru datang dari Gubernur Papua. Mereka menilai langkah itu bukan solusi.
“Menurut saya itu (membangun Istana Kepresidenan di Papua) bukan solusi. Tanya kepada masyarakat apa yang dibutuhkan masyarakat Papua,” kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu 11 September 2019 usai menerima konsultasi dengan para tokoh Provinsi Papua dan Papua Barat.
Sebelumnya rencana pembangunan Istana Presiden disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi saat menerima sejumlah tokoh masyarakat asal Papua dan Papua Barat di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 10 September 2019.
Fadli meminta pemerintah melakukan kajian karena Papua terdapat tujuh wilayah adat sehingga semua pihak harus diajak bicara.
Wakil Ketua DPR Bidang Politik dan Keamanan itu menilai jangan sampai menyelesaikan masalah dengan satu pihak namun dengan pihak lain masih ada masalah.
“Tanya masyarakat Papua, apa yang mereka inginkan karena tadi dikatakan mereka merasa dalam banyak hal tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan,” ujarnya.
Fadli mengatakan para tokoh Papua dan Papua Barat menginginkan adanya evaluasi terhadap pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) yang sudah berjalan 21 tahun.
Dia menjelaskan, para tokoh Papua menilai ada persoalan regulasi yang kurang dalam Otsus dan ada praktek yang tidak sesuai dengan harapan serta banyak masukan dari sisi sejarah.
“Dari sisi pelaksanaan otonomi ini akan kami formulasikan semua masukan, termasuk dari tokoh-tokoh perempuan Papua yang kritis akan didengarkan,” katanya.
Senada dengan Fadli, Gubernur Papua Lukas Enembe juga menilai wacana Jokowi itu bukan solusi. “Solusinya bukan dengan cara itu. Persoalan Papua tidak bisa selesai dengan cara itu, tetapi akar persoalannya harus dibicarakan. Saya pikir solusi sudah saya sampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Tetapi kalau Presiden dengar dari luar lagi, ya terserah,” ujar Lukas di Mapolda Papua, Rabu, 11 September 2019.
Lukas mengaku tidak tahu ada pertemuan 61 tokoh Papua dengan Presiden di Istana Negara, kemarin. Bahkan, menurut Lukas, Pemerintah Papua pun tidak tahu ada pertemuan itu. Menurutnya, pertemuan para tokoh Papua dengan Presiden di istana itu merupakan kepentingan pribadi masing-masing.
“Itu dari kelompok berbeda, bukan dari aspirasi masyarakat atau pemerintah. Saya tidak tahu. Papua bukan satu suku, ada 300 lebih suku, tidak bisa orang tertentu yang berangkat tanpa pemberitahuan dari Pemerintah Papua,” ucapnya.
Lukas mengungkapkan, untuk menyelesaikan persoalan di Papua bukan dengan cara jalan sendiri-sendiri.
“Kami kan tidak tahu apa yang dibicarakan mereka kepada Pemerintah Pusat. Tidak bisa sendiri-sendiri, dan tidak bisa dengan cara seperti itu. Kalau mau bicara masalah Papua, kita harus diskusikan bersama, tidak bisa sendiri-sendiri. Kita akan korban terus kalau hanya meminta sesuap nasi. Kami minta ini, minta itu, tidak akan selesai,. Bahkan orang Papua akan mati terus,” tegas Lukas.
Sebelumnya, dalam pertemuan di Istana Negara kemarin, salah satu tokoh Papua, Abisai Rollo, meminta Presiden Jokowi membangun Istana Presiden di Papua. Bahkan, Abisai yang mengklaim mewakili para tokoh Papua bersedia menyumbangkan lahan seluar 10 hektare untuk dijadikan Istana Presiden.
Lokasinya, menurut Abisai, berada di wilayah Distrik Muara Tami. Istana Presiden dapat ditempuh lebih cepat dengan melintasi Jembatan Holtekamp. Usulan ini lalu disanggupi oleh Presiden Jokowi. Pembangunan Istana Presiden akan dibangun mulai 2020. “Jadi mulai tahun depan, istananya akan dibangun,” ujar Presiden, disambut tepuk tangan.
red: farah abdillah/dbs