Ada Kegentingan Hukum, IHW Minta Presiden Keluarkan Perppu JPH
Jakarta (SI Online) – Lembaga advokasi halal, Indonesia Halal Watch (IHW), meminta Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Jaminan Produk Halal (JPH). Ini berkaitan dengan penerapan UU JPH yang resmi dimulai pada 17 Oktober 2019.
IHW menilai, saat ini ada kegentingan hukum yang mengharuskan Presiden mengeluarkan Perppu. Menurut IHW, bila pada 17 Oktober 2019 pendaftaran sertifikasi halal hanya dapat dilakukan oleh BPJPH dan tidak dimungkinkan lagi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) maka akan terjadi kegaduhan bahkan antrian yang luar biasa.
“Karena BPJPH di samping belum memiliki badan perwakilannya di tingkat provinsi juga belum memiliki sistem pendaftarannya yang berbasis online,” ungkap Direktur Eksekutif IHW Ikhsan Abdullah dalam pernyataan tertulisnya, Rabu 16 Oktober 2019.
Alasan lainnnya, karena mulai 17 Oktober 2019 MUI sudah tidak lagi mengeluarkan sertifikasi halal, maka ekspor ke negara-negara Timur Tengah untuk sementara tertunda sampai BPJPH terakreditasi oleh ESMA, lembaga yang berwenang untuk Gulf Countries dan Timur Tengah.
“BPJPH sebagai badan sertifikasi halal belum terakreditasi aleh ESMA dan ini berpotensi menimbulkan kegaduhan ekaonomi,” kata Ikhsan.
Sebelumnya, terkait penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara sejumlah Kementerian/Lembaga termasuk MUI hari ini, Ikhsan juga meminta agar pelaksanaan isi Nota Kesepahaman itu ditunda.
Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Keuangan, Kementerian Komunikasi dan lnformasi, Keoalisian Negara Republik Indanesia, dan Majelis Ulama lndanesia (MUl) telah menandatangani Nota Kesepahaman tentang Penyelenggaraan Layanan Sertifikasi Halal (PLSH) bagi Produk yang Wajib Bersertiflkat Halal di Kantor Wapres, Jakarta Rabu (16/10).
Menurut Ikhsan, dengan adanya Nota Kesepahaman tersebut, independensi MUI menjadi lemah. Selain itu sidang fatwa MUI akan melibatkan unsur Kementerian/Lembaga, padahal penetapan fatwa dinilainya sebagai domain para ulama.
Hal lain yang menjadi keberatan IHW adalah, dengan adanya Nota Kesepahaman tersebut, memunculkan pihak kelima dalam penyelenggaraan sertifikasi halal, yakni Komite Akreditasi Nasional (KAN). Padahal di dalam UU JPH maupun PP JPH tidak disebutkan.
“lni adalah suatu yang tidak benar karena tidak diamanatkan dalam UU JPH maupun PP JPH,” tegas Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat itu.
red: shodiq ramadhan