Bangun dari Bobo Syantik
Pada pertengahan April lalu, tagar #MahasiswaLagiBoboSyantik sempat viral dan menjadi trending topic di twitter. Tagar tersebut terkesan menyidir mahasiswa lantaran belum bergerak setelah melihat berbagai macam permasalahan yang melanda Indonesia.
Dari mulai hutang negara yang tinggi, nilai tukar rupiah yang semakin melemah, kebijakan impor yang mencekik para petani, kebakaran lahan dan hutan, korupsi yang tak kunjung tuntas, dan segudang permasalahan lainnya. Berbeda dengan tahun 1998 ketika terjadi krisis moneter karena nilai tukar rupiah menurun terhadap dollar sampai menyentuh Rp8.000 pada April 1998 yang membuat mahasiswa langsung turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasinya. Ketika itu, Indonesia memasuki periode kelam karena faktanya setelah Presiden Soeharto turun dari jabatannya dan mengakhiri periode Orde Baru, rupiah justru kian terkapar menjadi Rp16.650 pada Juni 1998. (m.detik.com, 03/09/18).
Namun, yang patut diacungi jempol adalah gerak nyata mahasiswa turun ke jalan menunjukkan eksistensinya sebagai penyambung lidah rakyat, agen perubahan dan sosial control di masyarakat, walaupun perjuangan mahasiswa pada saat itu tidak mampu merubah keadaan menjadi lebih baik. Pada tanggal 24 September 2019, mahasiswa bangun dari bobo syantiknya. Mereka mulai bergerak turun ke jalan-jalan dan menyuarakan beberapa tuntutan kepada pemerintah. Di antara tuntutan mahasiswa pada saat itu yang paling mencuat adalah terkait tolak RUU KPK, tolak RUU KUHP dan sahkan RUU P-KS.
Aksi mahasiswa ini di gelar di sejumlah daerah yang berbeda-beda, tetapi menyuarakan aspirasi yang tidak jauh berbeda. Aksi menjadi viral karena banyak mahasiswa yang memajang gambar spanduk dan tulisan-tulisan aksi di laman media sosial dengan kalimat-kalimat guyon dan menarik. Ketika itu, muncul juga tagar #TurunkanJokowi dan #GejayanMemanggil.
Karena hal tersebut banyak pakar menilai bahwasanya aksi mahasiswa ditunggangi oleh kepentingan yang ingin menggagalkan pelantikan Jokowi-Makruf pada tanggal 22 Oktober. Akan tetapi, pernyataan tersebut dibantah oleh mahasiswa, karena sejatinya mereka bergerak akan sebuah pengharapan, harapan akan kebenaran.
Eks Kepala BIN Hendropriyono menyebut para pendemo yang turun ke jalan sebagai kelompok hedonis. Hal itu disanggah oleh Wakil Presiden Mahasiswa Trisakti Dheatantra Dimas dengan mengatakan, “Kalau dikatain teman-teman mahasiswa hedonism dan lain-lain ya, kalau gitu kami ngak akan turun ke jalan dan menyuarakan. Tentu sebagai mahasiswa kami sekarang ini peduli dengan kondisi bangsa hari ini, makanya semua turun di hampir semua provinsi.” (m.detik.com, 6/10/19).
Makna dari hedonism adalah suatu pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan merupakan tujuan hidup dari tindakan manusia dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Kesimpulannya, jikalau mahasiswa yang berdemo adalah kelompok hedonis, mengapa mahasiswa ingin merasakan kesakitan ditembaki gas air mata dan kelelahan sepanjang hari berdiri di depan gedung dewan perwakilan rakyat?
Yang disayangkan dari aksi ini adalah rusaknya berbagai fasilitas umum, karena adanya kerusuhan massa mahasiswa yang mencoba membuka gerbang DPR secara paksa, kemudian terjadinya bentrok antara mahasiswa dengan pihak kepolisian. Dapat dikatakan adanya represifitas penguasa terhadap mahasiswa, karena aksi tersebut mengundang korban luka-luka yang harus dibawa ke rumah sakit, tetapi aparat justru menghalang-halangi ambulans yang datang untuk menjemput mahasiswa yang sekarat.
Aksi mahasiswa tahun 1998 dan tahun 2019 ternyata belum mampu membawa perubahan negara ini menjadi lebih baik, justru yang terjadi setelah reformasi adalah korupsi yang semakin merajadi-jadi dan swastanisasi di sana-sini oleh asing dan aseng. Apalagi di tahun ini, aksi berhenti hanya dengan pernyataan akan adanya penundaan dan peninjauan kembali sejumlah RUU yang kontoversial.
Selain itu, RUU PKS sebenarnya berisi pasal-pasal karet yang seolah dapat melegalkan perzinahan, tetapi mahasiswa justru menuntut untuk segera di sahkan. Kedua hal tersebut menjadi fakta konkret bahwasanya arah perjuangan mahasiswa selama ini belum memiliki arah yang jelas. Padahal untuk mengubah negara menjadi lebih baik, tidaklah cukup hanya sekedar mengganti pemimpinnya ataupun mengganti undang-undangnya saja. Karena seluruh persoalan yang melanda negeri ini adalah persoalan sistemik yang juga dialami oleh berbagai negara yang menganut ideologi yang sama, yakni kapitalisme.
Kemiskinan, Korupsi, Kesenjangan sosial, Demoralisasi, dsb. hampir seluruh negara di dunia pun mengalaminya. Untuk itu, arah perjuangan mahasiswa harus memiliki landasan perjuangan yang jelas, yakni berlandaskan pada ideologi yang mampu menandingi ideologi kapitalisme.
Sebuah ideologi yang telah pasti membawa kesejahteraan bagi rakyatnya, tanpa kerusakan moral dan tanpa kejahatan merajalela. Ideologi yang dimaksud adalah Islam, yang mana telah Allah sempurnakan untuk seluruh umat manusia, pernah diterapkan selama 13 abad lamanya. Mampu menjamin kesejahteraan, keadilan, dan turunnya rahmat bagi seluruh alam.
Berbeda dengan ideologi kapitalisme yang seolah menampakkan kebangkitan di negara-negara Barat secara kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi menampakkan kemerosotan moral dan berpikir. Dapat dijumpai di barat, seorang ilmuwan yang ahli pada bidangnya, tetapi juga seorang lgbt. Seolah menunjuukan kemantapan berpikir disatu sisi dan menampakkan kemerosotan berpikir disisi lainnya, ini karena perilaku LGBT saja tidak akan dilakukan oleh binatang yang tidak berakal tetapi dilakukan oleh manusia yang memiliki akal.
Mahasiswa sudah bangun dari bobo syantik. Jangan sampai perjuangan untuk pengharapan akan kebenaran menjadi sia-sia karena bergerak tanpa arah yang jelas. Mahasiswa perlu berdiskusi dan mengkaji Islam sebagai ideologi yang mampu menjadi pijakan dan arah perjuangan mahasiswa saat ini.
Kebenaran datang dari Allah, maka hanya Islam satu-satunya ideologi yang tepat untuk mengarahkan perubahan pada masyarakat menjadi lebih baik. Wallahu’alam bishawwab
Anisa Fitri Mustika Bela
Aktivis Penggerak Mahasiswa