Kaum Anshar Pulang tanpa Ghanimah, tapi Membawa Rasulullah Saw
Kisah pembagian ghanimah pasca Perang Hunain, di mana kaum Anshar tidak mendapatkan sama sekali, selain memberikan teladan politik yang baik dalam diri Rasulullah juga membuktikan kecintaan beliau kepada kaum Anshar.
Seperti yang telah dimuat pada edisi sebelumnya, setelah Perang Hunain, Rasulullah saw membagikan ghanimah (rampasan perang) kepada kaum Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya, dan tidak sedikit pun beliau memberi kepada kaum Anshar, sehingga timbul kasak-kusuk pembicaraan di kalangan mereka. Hingga salah seorang dari kaum Anshar ada yang berkata, “Demi Allah, Rasulullah telah menemukan kaumnya.’
Maksud sahabat Anshar itu adalah setelah peristiwa penaklukan kota Makkah (Fathul Makkah) dan kemenangan di Hunain, ia mengira Rasulullah akan kembali ke kotanya. Tidak kembali ke Madinah.
Atas peristiwa ini, kita akan mengerti benarlah Rasulullah saw ketika bersabda, “Sesungguhnya, setan dapat menyusup ke dalam aliran darah manusia.”
Setan ingin menanamkan ke dalam jiwa kaum Anshar rasa tidak puas terhadap kebijakan Rasulullah saw menyangkut pembaian rampasan. Barangkali setan menginginkan agar mereka menanggapi Nabi saw sebagai telah mengutamakan kaum kerabat serta orang-orang sekampungnya dan melupakan orang-orang Anshar.
Lalu apa yang dikatakan oleh Nabi saw kepada mereka setelah mendengar ‘protes’ tersebut?. Rasulullah saw mengumpulkan mereka di tempat yang khusus, kemudian berkhutbah dengan khutbah yang cukup panjang. Di antara isi khutbah itu berisi tentang penjelasan mengapa harta ghanimah itu tidak diberikan kepada kaum Anshar.
“Hai kaum Anshar, apakah kalian jengkel karena tidak menerima sejumput sampah keduniaan yang tidak ada artinya?. Dengan ‘sampah’ itu, aku hendak menjinakkan suatu kaum yang baru saja memeluk Islam, sedangkan kalian telah lama berislam. Hai kaum Anshar, apakah kalian tidak puas melihat orang lain pulang membawa kambing dan unta, sedangkan kalian pulang membawa Rasul Allah?. Demi Allah, apa yang kalian bawa pulang itu lebih baik daripada apa yang mereka bawa. Demi Allah yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah, niscaya aku menjadi salah seorang dari Anshar. Seandainya orang lain berjalan di lereng unun dan kaum Anshar juga berjalan di lereng gunung yang lain, aku pasti turut berjalan di lereng gunung yang ditempuh kaum Anshar. Sesungguhnya kalian akan menghadapi diskriminasi sepeninggalku. Karena itu bersabarlah hingga kalian berjumpa denganku di telaga (surga). Ya Allah, limpahkanlah rahmat-Mu kepada kaum anshar, kepada anak-anak kaum Anshar dan kepada cucu kaum Anshar.”
Sesungguhnya, khotbah yang disampaikan Nabi saw sebagai jawaban terhadap bisikan keraguan tersebut sarat dengan nilai-nilai kelembutan dan perasaan cinta yang mendalam kepada kaum Anshar. Akan tetapi, dalam waktu yang sama, juga sarat dengan ungkapan rasa sakit karena dituduh melupakan dan berpaling dari orang-orang yang paling dicintainya.
Renungkanlah kembali khotbah Nabi saw di atas, niscaya anda akan merasakan betapa khotbah itu telah mengandung ungkapan kekecewaan hati Nabi saw yang paling dalam dan getaran perasaannya yang paling lembut.
Kelembutan dan kekecewaan ini telah menyentuh perasaan kaum Anshar sehingga membuat hati mereka luruh, mengikis segala bentuk keraguan dan bisikan ketidakpuasan yang baru saja merasuki hati mereka. Karena itu, terdengarlah suara tangis mereka karena gembira mendapatkan Nabi saw dan rela menerima bagian mereka.
Apa artinya harta kekayaan, ternak, dan barang rampasan dibandingkan kembalinya kekasih mereka, Rasulullah saw, bersama mereka ke kampung halaman (Madinah) untuk hidup dan mati di antara mereka? Adakah bukti ketulusan cinta dan kasih sayang yang lebih besar selain kesediaan Nabi saw untuk meninggalkan tanah kelahirannya kemudian untuk seterusnya menetap bersama mereka?
Selain itu, kapankah harta benda pernah menjadi bukti cinta dan penghargaan dalam pandangan Nabi saw?
Memang, Nabi saw telah memberikan harta dan barang rampasan dalam jumlah besar kepada orang-orang Quraisy. Akan tetapi, apakah Nabi saw menyisihkan sesuatu dari harta tersebut untuk dirinya? Ataukah mengambil bagiannya sebanyak bagian orang-orang Anshar? Rasulullah saw hanya mengambil khumus (seperlima) yang telah dikhususkan oleh Allah kepada Rasul-Nya untuk diserahkan kepada siapa saja yang dikehendakinya. Karena itu, dibaginya khumus tersebut kepada orang-orang Arab yang ada di sekitarnya.
Renungkanlah apa yang dikatakan Nabi saw kepada mereka ketika mereka mengelilinginya dan meminta tambahan pemberian, “Wahai manusia, demi Allah, aku tidak memperoleh dari barang rampasan kalian kecuali seperlima dan itu pun aku kembalikan lagi kepada kalian.”
(Shodiq Ramadhan)