Nabi pun Merendahkan Diri kepada Allah
Kunci kemenangan perjuangan kaum Muslimin adalah adanya pertolongan Allah Swt.
Malam Jumat, 17 Ramadhan tahun kedua hijriyah, di Badar Rasulullah Saw khusyuk berdoa, “Ya Allah, inilah kaum Qurays yang datang dengan segala kecongkakan dan kesombongannya untuk memerangi engkau dan mendustakan-Mu. Ya Allah, tunaikanlah janji kemenangan yang telah Engkau berikan kepadaku. Ya Allah, kalahkan mereka esok hari….”
Beliau terus memanjatkan doa kepada Allah Swt dengan merendahkan diri dan khusyuk seraya menengadahkan kedua telapak tangannya ke langit. Karena merasa iba, Abu Bakar berusaha menenangkan hati Nabi Saw dan berkata, “Ya Rasul Allah, demi diriku yang berada di tangan-Nya, bergembiralah. Sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi janji-Nya yang telah diberikan kepadamu.”
Demikian pula kaum Muslimin, mereka ikut berdoa kepada Allah memohon pertolongan dengan penuh ikhlas dan merendahkan diri di hadapan-Nya. Esoknya, peperangan berkobar. Allah Swt menurunkan bala bantuan malaikat untuk turut berperang. Hingga kemenangan diraih kaum Muslimin dengan kemenangan besar. Dari pihak kamu musyrikin terbunuh 70 orang dan tertawan 70 orang, sementara tentara kaum Muslin sebanyak 14 orang syahid.
Kunci Kemenangan
Seperti telah diketahui Nabi Saw menenangkan hati para sahabatnya dengan menegaskan bahwa kemenangan berada pada pihak kaum muslimin, sampai-sampai Nabi Saw menunjuk beberapa tempat di tanah seraya berkata, “Ini adalah tempat kematian si Fulan.” Sebagaimana disebutkan hadits shahih, nama-nama yang disebutkan Nabi Saw itu roboh terbunuh tepat ditempat yang telah ditunjukannya.
Sekalipun demikian, Nabi Saw tetap berdiri di sepanjang malam Jumat itu di dalam kemah yang dibuat khusus untuk beliau, memanjatkan doa kepada Allah Swt dengan penuh khusyuk dan merendahkan diri seraya menengadahkan kedua telapak tangan ke langit memohon kepada Allah Swt agar pertolongan yang dijanjikan-Nya itu ditunaikan.
Mengapa Nabi Saw sampai merendahkan dirinya sedemikian rupa di hadapan Allah Swt, padahal beliau telah yakin akan mendapat pertolongan sampai beliau menyatakan,”Seolah-olah aku melihat tempat kematian mereka,” bahkan Nabi Saw menentukan beberapa tempat kematian mereka di tanah.
Jawabnya, keyakinan dan keimanan Nabi Saw terhadap kemenangan hanyalah merupakan pembenarannya kepada janji yang telah diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Tidak diragukan lagi bahwa Allah Swt tidak akan menyalahi janji, mungkin saja Nabi Saw diberi kabar kemenangan itu di tengah peristiwa tersebut.
Adapun kekhusyukan Nabi Saw dalam berdoa dan menengadahkan kedua telapak tangannya ke langit, hal itu sudah menjadi tugas ‘ubudiyah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Itulah harga kemenangan secara kontan.
Kemenangan itu tiada lain-betapapun didukung sarana dan perjuangan yang baik hanyalah berasal dari Allah Swt dan dengan persetujuan-Nya. Allah Swt tidak mengizinkan kita kecuali untuk menjadi hamba-Nya, baik secara thabi’i maupun ikhtiar (terpaksa atau tidak). Tidak ada sesuatu yang lebih besar kecuali mendekatkan diri kepada Allah Swt kecuali sikap ‘ubudiyah kepadanya. Tidak ada perantara yang lebih diterima oleh Allah Swt selain dari pada perendahandirian sedemikian rupa melalui ‘ubudiyah di hadapan Allah Swt.
Segala bentuk musibah dan bencana menimpa manusia dalam kehidupan ini tiada lain hanyalah merupakan peringatan yang menyadarkannya terhadap kewajiban ‘ubudiyah kepada Allah Swt dan mengingatkanya kepada keagungan dan kekuasaaan Allah yang Maha Besar. Semua ini terjadi agar manusia lari menuju Allah Swt dan menyatakan kelemahannya di hadapan Allah Swt memohon perlindungan kepada-Nya dan segala fitnah dan cobaan. Apabila manusia telah menyadari hakikat ini dan menghayatinya, dia telah sampai kepada puncak yang diperintahkan Allah Swt kepada semua hamba-Nya.
Ubudiyah yang tercermin kepada kekhusyukan doa Nabi Saw untuk meminta kemenangan kepada Allah Swt merupakan harga yang pantas untuk mendapatkan dukungan Illahi yang maha agung di dalam pertempuran tersebut.
Hal ini secara tegas dinyatakan oleh ayat: “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu lalu diperkenankan-Nya bagimu, ‘Sesungguhnya, aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang secara bergelombang.’” (QS. Al-Anfal [8]: 9)
Kemantapan Rasulullah Saw melalui ‘ubudiyah inilah yang membuat Nabi Saw yakin akan datangnya kemenangan bagi umat muslimin.
Bandingkanlah sikap ubudiyah yang ditunjukan Nabi Saw beserta hasil-hasil itu dengan sikap congkak dan sombong yang ditunjukan oleh Abu Jahal ketika berkata, “Kami tidak akan pulang sebelum tiba di Badar. Di sana, kami akan tinggal selama tiga hari, memotong ternak, makan ramai-ramai, dan minum arak sambil menyaksikan perempuan-perempuan yangt menyanyikan lagu-lagu hiburan. Biarlah seluruh orang Arab mendengar tentang perjalanan kita semua dan biarlah mereka tetap gentar kepada kita selama-lamanya,” beserta segala akibat yang ditimbulkannya.
Ubudiyah dan kepatuhan kepada Allah Swt mengahasilakan izzah dan kemuliaan yang membuat wajah dunia tertunduk kepadanya. Sementara itu, kecongkakan dan kesombongan merupakan kepalsuan dan pusara kehinaan yang digali oleh dan untuk para pemilik sifat dan sikap tersebut. Kuburan tempat dimana mereka akan dituangi khamr kehinaan dan digendongi lagu-lagu kenistaan. Itulah sunnatullah yang berlaku di alam ini manakala ubudiyah yang murni kepada Allah Swt bertemu dan berhadapan dengan kecongkakan dan kesombongan.
(shodiq ramadhan)