Ummatan Wahidah di Bawah Naungan Khilafah
Ada seruan penegakan khilafah dalam aksi bela Uighur di depan Kedubes China pada Jumat 27 Desember lalu.
Adalah Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), KH Ahmad Sobri Lubis, yang menyerukan penegakan khilafah Islamiyyah untuk menaungi seluruh negara Islam di dunia. Menurutnya hal itu bisa mencegah penindasan terhadap umat Islam seperti pada muslim Uighur di Xinjiang, China. Ia mengajak umat bersama-sama berjuang untuk khilafah, melakukan kerjasama antar seluruh negara Islam, memperkuat persatuan umat Islam, menyatukan ekonomi, dan pembentukan kekuatan militer gabungan dari negara-negara Islam.
Seruan ini adalah benar karena hanya dengan institusi khilafah sajalah yang akan mampu melindungi seluruh negeri Islam di dunia ini. Hanya khilafah yang bisa menghentikan kejahatan dan kedzaliman yang dilakukan oleh rezim China pada muslim Uighur. Bukan hanya di Xinjiang saja, tetapi penindasan terhadap seluruh umat muslim di berbagai belahan dunia juga akan dapat dihentikan oleh khilafah. Khilafah dengan kekuatannya sebagai negara akan mampu menandingi negara-negara kafir penjajah dan mengusir mereka dari negeri-negeri muslim.
Khilafah yang tegak dengan metode yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW adalah institusi yang menyatukan seluruh muslim tanpa ada sekat-sekat pembatas. Di dalamnya Umat Islam akan bersatu kuat, sehingga ketika ada satu bagian umat yang tersakit, maka umat Islam di bagian lainnya akan ikut merasakan dan beraksi. Laksana satu tubuh, begitulah umat Islam di dunia ini. Satu tersakiti, maka yang lain akan ikut menangis. Dan dengan khilafah, rasa itu akan disatukan dalam wujud tindakan nyata untuk menghilangkan segala sakit tersebut. Mencabut sumber penyakit umat dari akar-akarnya dan memastikan agar tidak kembali menjangkiti umat ini.
Tidak seperti sekarang dimana umat terpecah-pecah dalam negara-negara bangsa. Setiap negara memiliki aturan dan kebijakannya sendiri. Meski satu aqidah, tapi umat terhalang dinding nasionalismenya masing-masing. Sehingga atas nama nasionalisme dan kedaulatan negara, kita tidak boleh sembarangan bertindak, meski untuk menolong saudara sendiri yang tengah menderita terdzalimi.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut, pemerintah Indonesia tak akan ikut campur dalam kasus komunitas Muslim Uighur di Cina. Menurutnya, pemerintah Indonesia tidak memasuki urusan negara lain karena setiap negara memiliki kedaulatan untuk mengatur warga negaranya. Ini sudah dalam standar internasional untuk tidak memasuki urusan luar negeri masing-masing negara. Setiap negara memiliki kedaulatan untuk mengatur warga negaranya. Inilah jebakan nasionalisme yang menjerat umat Islam di seluruh dunia.
Belum lagi masalah teknis seperti perijinan surat-surat, paspor dan sejenisnya menjadi hambatan tersendiri dalam gerak pertolongan terhadap muslim di negara lain. Ini yang membuat umat Islam kesulitan untuk membantu saudaranya di wilayah lain karena terpisah oleh batas-batas fisik dan non fisik yang diciptakan kafir penjajah. Tudingan turut campur negara lain seringkali menjadi senjata untuk melemahkan rasa persaudaraan sesama muslim.
Sementara para pemimpin negeri muslim tak bisa diharapkan ketegasannya karena sudah tersandera oleh berbagai kepentingan seputar kekuasaan dan uang. Dengan berbagai dalih mereka berupaya mengabaikan kejahatan dan kezaliman yang dilakukan oleh rezim kafir terhadap umat muslim. Mereka menutup mata dan hati atas penderitaan yang menimpa umat Islam.
Parahnya lagi, karena masalah uang, saudara sendiri tega difitnah, dibilang tidak terjadi apa-apa disana, dikatakan mereka dalam kondisi baik-baik saja. Menutupi fakta yang nampak secara terang benderang. Dengan segepok duit, mulut terkunci rapat dalam pembelaan atas saudaranya yang tengah tertindas. Sementara siapa saja yang membela umat Islam yang teraniaya oleh rezim kafir malah dituduh mendukung radikalisme dan terorisme. Yang sejatinya sejalan dengan agenda Barat dalam menghancurkan Islam.
Seperti inilah kondisi umat Islam kini. Sudahlah tercerai-berai, terpecah-pecah, tertindas di dalam negerinya, dikhianati saudara sendiri dan terhinakan sampai pada titik terendah. Terus-menerus terjajah secara fisik, pemikiran dan budaya. Bahkan rela menjadi kaki tangan para penjajah kafir yang benci terhadap Islam dan umatnya.
Ini semua karena ketiadaan perisai dan pelindung bagi umat Islam. Bagai anak ayam kehilangan induknya, terpisah-pisah tak ada yang melindungi dan menjadi sasaran empuk bagi predator rakus. Tak ada pemimpin yang menyatukan umat ini dalam satu ikatan yang mantap. Masing-masing terjerat dengan ikatannya yang semu. Rasa senasib sepenanggungan sebagai saudara sangat lemah, kalau bisa dibilang mungkin tak ada. Akibatnya hati dan perasaan seolah mati melihat kondisi umat Islam yang lainnya.
Padahal adalah sebuah kewajiban bagi umat Islam untuk bersatu dan tidak terpecah belah. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an:
Berpegang teguhlah kalian semuanya pada tali Allah dan jangan bercerai berai. dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.. (TQS Ali Imran [3]: 103).
Karena itu sangat penting bagi umat Islam untuk bersatu dalam ikatan yang sama, ikatan akidah Islam. Inilah ikatan yang paling tinggi. Ikatan ini mampu menghilangkan sekat-sekat kedaerahan, kesukuan, profesi, status sosial, bahkan nasionalisme sekalipun. Seluruh perbedaan bahasa, budaya, wilayah, keluarga, fisik, dan yang lainnya, lebur dalam ikatan aqidah ini. Tidak ada ikatan yang bisa menandingi ikatan ini. Karena ikatan ini dikendalikan dari langit yaitu kesadaran akan hubungan kita manusia sebagai hamba kepada Allah SWT.
Ikatan keimanan berlandaskan aqidah yang bersumber dari Tuhannya manusia dan alam semesta. Dalam ikatan akidah yang kuat ini, umat Islam seluruhnya menjadi ummatan wahidah, umat yang satu. Satu rasa, satu asa, satu pemikiran, satu tujuan dan satu aturan, yaitu Islam.
Ikatan inilah yang dulu pernah menyatukan kaum Muslim seluruh dunia. Di bawah panji Laa ilaha illallah Muhammadarrasulullah, kaum Muslim bersatu dalam arti yang sebenarnya. Mereka ada di bawah satu kepemimpinan yakni Rasulullah Saw dan kemudian dilanjutkan oleh para penggantinya (khalifah). Dalam kebersatuannya, kemuliaan Islam dan kaum Muslim tampak nyata di segala aspek kehidupan. Dengan ikatan itu pula musuh-musuh Islam takut dibuatnya.
Dan inilah yang sedang kita perjuangkan, persatuan umat Islam dalam ikatan yang sama di bawah naungan daulah khilafah Islamiyyah ‘ala minhajin nubuwwah. Khilafah yang tegak dengan mengikuti metode kenabian, yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunah.
Perjuangan penegakan kembali khilafah adalah sebagai wujud implementasi seruan Allah untuk menjalankan hukum-hukumNya secara kaffah. Menerapkan syariah seluruhnya tanpa pilah-pilah, mengemban dakwah dan memantapkan ukhuwah dalam kehidupan yang penuh berkah dengan Ridha-Nya. Cukuplah bagi setiap muslim meyakini apa yang dikatakan oleh Allah. Dan berjuang dalam janji Allah adalah pilihan terbaik bagi setiap muslim. Wallahu ‘alam bish-showab. []
Dina Wachid