Anggota Komisi VIII DPR Kritik Wacana Pengaturan Materi Khotbah
Jakarta (SI Online) – Komisi VIII DPR RI yang membidangi soal agama, mengritik rencana pengaturan materi khotbah Jumat oleh Kementerian Agama. Isu ini mengemuka setelah Kepala Kantor Kemenag Bandung menyampaikan rencana itu kepada media.
Anggota Komisi VIII Iskan Qolba Lubis mengatakan, wacana pengaturan materi khotbah Jumat cukup meresahkan dan menjadi perbincangan di masyarakat.
“Saya ingatkan kepada pemerintah, bahwa khatib itu bukanlah alat pemerintah. Jadi jangan diatur-atur karena pemerintah juga tidak memiliki wewenang untuk mengatur setiap khatib,” ungkap Iskan seperti dilansir pks.id, Jumat (24/01).
Menurut Iskan sampai saat ini tidak ada laporan atau kasus yang masuk tentang khotbah Jumat yang mengajarkan radikalisme.
“Pemerintah kalau mau mengurangi (radikalisme) itu yah pembinaan saja. Optimalkan peran Bimas Islam dalam menangani hal tersebut,” kata Iskan.
Sebelumnya, hal senada dikatakan politisi senior PKS, Hidayat Nur Wahid. Hidayat, yang juga merupakan anggota Komisi VIII DPR mengatakan tegas wacana itu tidak tepat dan harus ditolak.
“Wacana ini tidak tepat dan sudah sepatutnya untuk ditolak,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (23/1).
Hidayat mengritik argumentasi pemberlakuan ketentuan itu di Abu Dhabi sebagai dasar pengaturan tersebut. “Menag berkali-kali mengunjungi Arab Saudi, tempat beradanya dua Masjid Al-Haram. Tetapi di Saudi saja tidak ada aturan seperti itu,” ungkap Wakil Ketua MPR ini.
Lebih lanjut, Hidayat mewanti-wanti agar pemerintah tidak terlalu jauh mencampuri urusan-urusan keagamaan yang sudah berjalan dengan sangat baik selama berpuluh, bahkan beratus tahun di Nusantara.
“Selama ini tidak ada masalah mengenai khotbah Jumat. Bahkan, rezim Orde Baru tidak membuat aturan penyeragaman teks khotbah Jumat. Jangan sampai rezim Presiden Jokowi digiring untuk disalahpahami umat sebagai lebih represif dan tak bersahabat ke umat atau khatib gara-gara wacana kontraproduktif dari para pembantunya,” jelasnya.
Hidayat menjelaskan bahwa apabila pemerintah ingin mendukung kehidupan keberagamaan di Indonesia, seharusnya program yang dirancang adalah peningkatan kapasitas pemuka agama.
“Yang diperlukan adalah peningkatan kapasitas khatib, bukan malah ingin menyeragamkan teks khotbah Jumat,” tandas Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini.
red: shodiq ramadhan