Hari Perempuan, Tawanan Muslimah Palestina Hadapi Penderitaan Sunyi
Gaza (SI Online) – “Jangan khawatir, aku baik-baik saja, dan semua yang ada di sini baik-baik saja.” Itulah kalimat yang dilontarkan Mays Abu Ghosh, tawanan wanita Palestina yang mendekam di penjara penjajah Israel asal kamp pengungsi Qalandia, utara al-Quds.
Dengan kata-kata tersebut dia berusaha meyakinkan kedua orangtuanya, yang sangat mencemaskan dirinya, ketika mereka mendengar beberapa pekan yang lalu bahwa pihak penjara penjajah Israel menghukum para tawanan wanita.
Kata-kata tersebut disampaikan untuk meyakinkan kedua orang tunya, meskipun keduanya mengetahui bahwa Mays hanya ingin keduanya tidak terbebani dan berusaha agar keduanya tidak terlalu khawatir tentang apapun yang berkaitan dengan dirinya.
Para tawanan perempuan Palestina menjalani kenyataan yang keras. Demikian menurut kesaksian para tawanan wanita yang telah dibebaskan dari penjara penjajah Israel. Menurut mereka, pihak penjara penjajah Israel berusaha “melibas” mereka.
Energi positif
Ayah dari tawanan Mays Abu Ghosh mengatakan bahwa kunjungannya ke putrinya telah memberinya semacam energi positif. Karena dia berusaha untuk menyederhanakan masalah penahanannya di depan keluarganya sebisa mungkin. Tapi Abu Ghosh tahu bahwa putrinya hanya berusaha meyakinkan dan menenangkan dirinya meskipun sedang mengalami kondisi penahanan yang sangat buruk.
Dia menjelaskan bahwa Mays, yang menjadi sasaran berbagai bentuk penyiksaan di awal penahanannya, sedang berusaha untuk tidak berbicara dengan keluarganya tentang apa yang dialaminya. Ketika ayahnya bertanya apa yang mereka lakukan kepada dirinya? Dia bilang: aku tidak ingin membicarakannya karena ini sudah berlalu, seraya menyembunyikan air matanya di balik senyum yang dibuat-buat.
Sang ayah menyatakan bahwa berita-berita yang dirilis oleh media tentang pelecehan yang dilakukan para sipir penjara terhadap para tawanan wanita baru-baru ini disebabkan protes mereka terhadap hukuman yang diberlakukan terhadap salah seorang dari mereka. Maka Abu Ghosh tidak sabar menunggu pesan atau kontak dari pengacara atau kunjungan yang membuatnya tenang mengenai kondisi putrinya. Dan jawaban dari putrinya adalah, “Semuanya baik-baik saja, jangan khawatir!”
Abu Ghosh menyatakan bahwa beban pikiran terkait penangkapan seorang gadis seribu kali lebih berat dibandingkan penangkapan seorang pemuda. Karena itu, menurut Abu Ghosh, ketika putranya (Sulaiman Abu Ghosh) ditangkap, dia tidak terlalu khawatir seperti sekarang ini. Dia tidak memikirkannya sepanjang waktu bagaimana dia menjalani hari-harinya. Tetapi ketika putrinya ditangkap, dia tidak bisa tidur selama berjam-jam setiap hari dan dia tidak bisa melepaskan pikiran itu.
Dan dia menambahkan, “Seorang gadis di masyarakat kita memiliki kedudukan khusus; dia tidak boleh mengalami penghinaan dan pelecehan apa pun dan tidak boleh mengalami hal-hal buruk. Bagaimana pendapatmu ketika seorang mahasiswi ditangkap dari rumahnya pada pagi-pagi buta secara brutal dan menjadi sasaran pemukulan dan pelecehan secara kejam, kemudian dipindahkan ke sel yang jauh dari jauh rumah dan keluarganya, yang tidak biasa ditinggalkan lebih dari beberapa jam?!”
Mungkin kata-kata ini menggambarkan kondisi global keluarga-keluarga para tawanan wanita Palestina, mereka sepakat pentingnya bekerja secara serius untuk membebaskan para tawanan wanita Palestina agar terbebas dari ketidakadilan ini, terutama karena para penjaga penjara memonopoli para tawanan wanita dan membuat kondisi penahanan mereka mengerikan.
Melawan kondisi
Kekhawatiran dan kecemasan yang sama juga dialami oleh keluarga Shatha Hassan. Mahasiswi di Universitas Birzeit ini mendekam di penjara penjajah Israel sebagai tahanan administratif (tanpa tuduhan dan proses hukum, bisa diperpanjang sesuka pihak penjajah Israel). Kecemasan dan kekhawatiran itu muncul setiap kali mendengar berita tentang apa yang dialami para tawanan wanita Palestina.
Mereka mengatakan, sejak penangkapan dan penahanan Shada, perhatian utamanya adalah memantau kondisi para tawanan wanota dan berusaha mencari tahu berita apa pun tentang mereka untuk memadamkan sebagian kecemasannya.
Mereka menjelaskan bahwa para tawanan wanita ini tidak punya pilihan selain malawan kondisi yang mereka alami di dalam tahanan agar bisa terus melanjutkan kehidupannya dan memimpikan kebebasannya, yang merupakan hak mereka yang paling mendasar.
Lembaga-lembaga HAM mendokumentasikan keberadaan 44 tawanan wanita Palestina di penjara penjajah Israel, di antara mereka ada seorang anggota Dewan Legislatif Palestina, yaitu Khaleda Jarrar dari Ramallah. Penjajah Israel juga menahan dua wartawati.
Februari lalu, merupakan angka tertinggi penangkapan para wanita Palestina. Mencapai 11 wanita, termasuk satu orang dari al-Quds. Penjajah Israel mengklaim bahwa dia berusaha melakukan aksi penikaman. Pihak penjajah Israel juga menangkap sejumlah mahasisi, termasuk termasuk Mays Abu Ghosh dari kamp pengungsi Qalandia di utara al-Quds. Rata-rata mereka divonis berkisar 16,5 tahun dan atau jadi tahanan administratif yang dapat diperbarui sesuka pihak penjajah Zionis
sumber: infopalestina