Konser Virtual di Tengah Pandemi, Dimana Empati?
Di tengah masih meningginya kurva kasus covid-19 di negeri ini dan dalam suasana bulan suci Ramadhan, MPR bersama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali memberikan ‘surprise’ bagi negeri dengan mengadakan konser penggalangan dana secara virtual bertajuk “Berbagi Kasih Bersama Bimbo, Bersatu Melawan Corona” yang disiarkan di sejumlah stasiun televisi pada Ahad, 17 Mei 2020.
Selain Presiden Jokowi, konser ini dihadiri pula oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Megawati Soekarnoputri, dan sejumlah pejabat kementerian/lembaga lain (cnnindonesia.com).
Konser ini menurut presiden diharapkan bisa memberikan kekuatan batin bagi masyarakat yang harus menghadapi pandemi covid-19 di tengah Ramadhan.
Namun sesuaikah pengadaan konser virtual ini di tengah maraknya PHK, rakyat kesulitan mencari sesuap nasi dan para pahlawan medis bertaruh nyawa?
Hingga hari ini pun negeri kembali berduka atas berpulangnya salah seorang perawat, pahlawan kemanusiaan yang tengah hamil empat bulan karena positif Covid-19 dari RS Royal Surabaya. Lantas benarkah konser ini berefek memberikan kekuatan batin bagi rakyat?
Yang pertama, konser virtual yang dimaksudkan untuk memberikan kekuatan batin bagi masyarakat Indonesia di tengah pandemi ini justru menunjukkan fakta yang sebaliknya. Rakyat saat ini lebih butuh uluran tangan para penguasa secara riil, bukan konser.
Rakyat saat ini lebih butuh kebijakan pemerintah yang memprioritaskan jiwa rakyat dan empati nyata, bukan sekedar hiburan semata. Justru momentum di bulan suci Ramadhan 10 hari terakhir ini, seluruh elemen masyarakat hingga penguasa haruslah bermunajat kepada Sang Maha Kuasa, bermuhasabah bersama, agar Sang Pemilik Semesta memberikan pertolongan dan ridho-Nya kepada bangsa yang tengah carut-marut menghadapi pandemi ini.
Lalu yang kedua, kurang bijak rasanya di tengah rakyat yang sekarat, justru penguasa cenderung berhuru-hara dan berperilaku boros alias mubazir. Padahal alokasi dana untuk pengadaan kegiatan konser virtual ini akan lebih berfaedah jika digunakan untuk kepentingan rakyat secara langsung di tengah melambungnya harga dan kebutuhan sembako.
Di tengah kondisi negeri yang serba kekurangan anggaran, alangkah lebih tepat jika anggaran pengeluaran pun juga di hemat untuk membantu meringankan beban rakyat yang diliputi kesusahan dan kegelisahan dalam mencari sesuap nasi.
Ketiga, konser virtual yang diselenggarakan para penguasa negeri ini justru menunjukkan fakta kegagalan pemerintah dalam ‘meriayah’ umat dalam kondisi wabah, khususnya kegagalan sistem yang berlandaskan atas asas sekuler-kapitalis.
Cara pandang dalam pengambilan kebijakan lewat kaca mata sekuler-kapitalis membuat penguasa negeri cenderung hanya mengedepankan aspek materi, hingga akhirnya menomorduakan aspek keselamatan jiwa rakyat secara keseluruhan, khususnya rakyat menengah ke bawah.
Sungguh ironis, semua kebobrokan ini dilakukan ketika rakyat kecil saat ini tengah diperas dan diperintahkan untuk mengencangkan ikat pinggang.
Vikhabie Yolanda Muslim, S.Tr.Keb
(Praktisi Kesehatan)