OPINI

Ramai-Ramai Membunuh Politisi

Buta yang terburuk adalah buta politik Berthold Brecht (1898 – 1956)—

Andai saja saat ini dilakukan survei opini publik: Profesi apa yang paling dibenci di Indonesia?

Bisa diduga politisi akan menempati salah satu yang teratas. Khususnya mereka yang kini duduk di kursi DPR.

Silakan melongok ke berbagai media sosial. Bermacam-macam tagar muncul. Mulai dari #DPRbunuhdiri, #DPRbudakistana, sampai #Killthepolitician meramaikan dunia maya.

Keriuhan di dunia maya itu menggambarkan frustrasi publik. Kemarahan di tengah tekanan pandemi dan dampaknya secara sosial dan ekonomi. Mereka perlu katarsis. Pelampiasan.

Marah, frustrasi terhadap para politisi di tengah pandemi, bukan hanya monopoli rakyat di Indonesia. Di AS kebencian terhadap Presiden Trump dan para pendukungnya kian memuncak. Acakadutnya penanganan bencana Corona oleh pemerintah menjadikan Trump, bulan-bulanan kemarahan publik.

Di Indonesia frustrasi dan kemarahan publik, selain karena kebijakan pemerintah yang tak jelas, buang badan. Juga didorong sikap DPR.

Sebagai lembaga yang seharusnya menjadi saluran aspirasi rakyat, DPR hanya membebek. Menyetujui, mendukung apapun yang dilakukan pemerintah.

Padahal kebijakan itu dinilai merugikan masyarakat. Mengamputasi dan mengebiri fungsi DPR.

DPR juga dicurigai bermain mata, berselingkuh dengan kepentingan para taipan, korporasi besar yang berpesta pora, memanfaatkan bencana.

Mereka bergerak cepat. Diam-diam mengesahkan berbagai perundangan. RUU yang sebelumnya jelas-jelas ditolak publik.

Mumpung publik lengah. Mumpung civil society sibuk dengan berbagai persoalan lain. Mumpung mahasiswa tidak bergerak. Mumpung media fokus ke bencana dan direpotkan oleh problem kehidupan sehari-hari.

Semuanya dikebut. Ketok palu. Langsung diundangkan. Tak peduli tata tertib DPR dilanggar. UU itu bertentangan dengan konstitusi. Bertentangan dengan nalar publik!

Yang penting order dari para bohir. Para cukong politik sudah dilaksanakan. Invoice, tagihan bisa dicairkan.

Mari kita inventarisir berbagai perundang-undangan yang disahkan DPR di tengah bencana.

Yang paling banyak mendapat sorotan adalah pengesahan Perppu No 1 Tahun 2020 tentang Covid. Dari 9 fraksi, hanya PKS yang menentang. Disahkan secara aklamasi.

Keberatan publik sudah banyak dibahas. UU ini dinilai lebih mementingkan menyelamatkan kepentingan korporasi dibanding kepentingan rakyat.

UU Minerba disahkan. Hanya Demokrat yang tidak setuju. Posisinya berganti dengan PKS yang ikut menyetujui.

Padahal UU ini dinilai akan menyengsarakan rakyat di sekitar penambangan dan merusak lingkungan. Lagi-lagi UU ini juga hanya menguntungkan korporasi, pengusaha besar.

Jika dirunut ke belakang, sangat banyak UU yang disahkan DPR, bertentangan dengan nalar publik. Salah satunya adalah revisi UU KPK yang dianggap menguntungkan dan berpihak kepada koruptor.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button