Tiga Dusta yang Diperbolehkan
Pada dasarnya Islam mengharamkan perbuatan dusta. Rasulullah Saw menyebut orang yang suka berdusta sebagai orang munafik. Dalam sebuah hadits disebutkan:
”Ada empat perkara, siapa saja yang memilikinya, maka ia menjadi munafik dengan sempurna. Barang siapa yang memiliki salah satunya, maka ia memiliki salah satu sifat kemunafikan, hingga ia meninggalkannya. Yaitu apabila seseorang diberi amanat, ia khianat; apabila berbicar , ia dusta; apabila berjanji, ia tidak menepatinya; dan apabila ia berdebat, ia akan berbuat curang.” (HR. Mutafaq’alaih)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata; Rasulullah Saw bersabda: ”Tanda-tanda orang munafik ada tiga, apabila diberi amanat ia khianat; apabila berbicara ia dusta; apabila berjanji ia tidak menepati.” (HR. Mutafaq Alaih)
Bahkan dalam hadits lain diterangkan bahwa perbuatan dusta adalah perbuatan yang paling dibenci oleh Rasulullah. Dari Aisyah ra, ia berkata:
”Tidak ada perangai yang paling dibenci oleh Rasulullah Saw daripada dusta. Beliau tidak memperhatikan seseorang lebih besar daripada hal itu, sehingga dia mengeluarkan dari hatinya, sampai beliau pun mengetahui bahwa dia baru saja bartaubat.” (HR. Ahmad, al Bazar, Ibn Hibban dan al Hakim)
Namun, ada juga dusta yang diperbolehkan, yakni pada saat perang; ketika mendamaikan orang-orang yang bermusuhan dan dusta di antara suami istri. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Kultsum binti Uqbah bin Mu’ied ra yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hanya pada tiga hal inilah seseorang diperbolehkan untuk berdusta.
Ummu Kultsum berkata: ”Aku tidak pernah mendengar Rasulullah Saw memberikan keringanan pada perkataan manusia kecuali dalam tiga perkara, yaitu pada saat perang, pada saat mendamaikan permusuhan di antara manusia dan dalam perkataan suami terhadap istrinya, serta perkataan istri terhadap suaminya”.
Mengapa dalam peperangan diperbolehkan berdusta?. Sebab perang adalah tipu daya. Rasulullah Saw bersabda: ”Perang adalah tipu daya.” (HR. Mutafaq ’alaih)
Telah diriwayatkan oleh Asma’ binti Yazid, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah Saw berpidato. Rasulullah Saw bersabda:
”Wahai manusia, apa yang mendorong kalian terus menerus dalam dusta, seperti halnya laron yang berputar mengitari api. Setiap dusta pasti akan dicatat atas anak Adam, kecuali dalam tiga perkara, yaitu suami yang berdusta kepada istrinya agar menyukainya; seorang yang berdusta untuk melakukan tipudaya dalam peperangan; dan seorang yang berdusta antara dua orang muslim karena ingin mendamaikan keduanya.” (HR. Ahmad)
Yang wajib diperhatikan, menurut Ibnu Hajar dalam kitab Al Fattah, yang dimaksud dengan dusta antara suami istri hanyalah dusta dalam perkara yang tidak akan menggugurkan hak keduanya, atau dusta yang tidak mengakibatkan salah satunya akan mengambi perkara yang bukan haknya.
Di dalam kitab Syarah Muslim, Imam An Nawawi menyatakan, ”Maksud dusta suami kepada isteri dan sebaliknya adalah dusta ketika menampakkan cinta kasih dan ketika berjanji pada perkara yang tidak wajib atau sejenisnya. Adapun dusta di antara suami dengan maksud menipu untuk mendapatkan perkara yang bukan haknya, maka dusta seperti ini hukumnya haram berdasarkan ijma’ kaum muslim. Wallahu a’lam bisshawaab.