HNW: Santri, Guru dan Dosen di Bawah Kemenag Juga Perlu Subsidi Internet
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengapresiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang setelah dikritik, akhirnya bisa mendapatkan alokasi anggaran subsidi kuota internet bagi siswa, guru, mahasiswa, dan dosen senilai Rp 9 Triliun.
Apa yang dilakukan Kemendikbud, menurut Hidayat, perlu juga dilakukan oleh Kementerian Agama (Kemenag) dalam rangka menyediakan subsidi kuota internet untuk pelajar dan guru di madrasah serta mahasiswa dan dosen di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).
“Karena peserta didik di lingkungan Kemenag yang jumlahnya cukup besar (9,2 juta siswa madrasah, 780 ribu guru madrasah, ratusan ribu mahasiswa PTKIN) juga warga Indonesia yang mendapatkan dampak negatif akibat COVID-19, sama dengan peserta didik di lingkungan Kemendikbud,” ujar Hidayat melalui pernyataan tertulisnya yang diterima Suara Islam Online, Jumat (28/8/2020).
Oleh karena itu, kata dia, dalam rangka memenuhi kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa secara adil sebagaimana dalam Pembukaan UUD 1945 & sila ke 2 dan ke 5 dari Pancasila, maka seharusnyalah bila Menteri Agama perjuangkan pemenuhan hak bagi peserta didik di lingkungan Kemenag, dengan menghadirkan anggaran untuk subsidi pembelian kuota internet bagi para siswa, mahasiswa, guru dan dosen di lingkungan Kemenag.
Politisi PKS itu mengungkapkan, Kemendikbud sudah dapat tambahan dana BOS untuk sekolah terdampak COVID-19 Rp 3,2 Triliun, lalu kini dapat lagi subsidi kuota internet Rp 9 Triliun.
“Sementara sekolah keagamaan di lingkungan Kemenag hanya mendapatkan bantuan pesantren dan madrasah senilai Rp 2,6 T, tanpa ada subsidi pembelian kuota internet yang juga sangat diperlukan oleh para peserta didik di lingkungan Kemenag, tentu itu pendidikan berwarganegara yang tidak adil dan tidak proporsional,” kata Hidayat.
Anggota DPR-RI Komisi VIII sebagai mitra Kemenag itu menyebutkan, sejak raker di DPR 8 April 2020, Kemenag sudah menyepakati keputusan rapat kerja dengan Komisi VIII untuk mengalokasikan anggaran yang memadai untuk pelaksanaan belajar jarak jauh di Ponpes, Madrasah, dan Perguruan Tinggi Keagamaan; serta kemungkinan penggunaan dana abadi pendidikan untuk membantu Guru Pendidikan Islam dan mahasiswa Indonesia yang kuliah di Perguruan Tinggi Keagamaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang terdampak oleh Covid-19. Namun, hingga saat ini, yang sudah masuk di anggaran negara baru bantuan untuk pesantren dan madrasah senilai Rp 2,6 Triliun, sangat jauh dari anggaran untuk Kemendikbud.
Hidayat mengingatkan pentingnya keberpihakan Kemenag kepada penjagaan dan peningkatan kwalitas pendidikan keagamaan di era COVID-19. Selain belum adanya program dan anggaran untuk subsidi kuota internet seperti yang diberlakukan di Kemendikbud, keberpihakan Kemenag pada PTKIN melalui KMA 515/2020 tentang keringanan uang kuliah tunggal, tidak terimplementasi dengan baik di lapangan.
Faktanya, sebagaimana ditemukan pada raker Komisi VIII dengan para rektor PTKIN (25/8), ketentuan dalam produk hukum tersebut tidak mengatur secara jelas dan masih multi-interpretasi, sehingga banyak PTKIN yang tidak menjalankannya. Oleh karena itu, dirinya meminta agar mahasiswa dan dosen juga diberikan bantuan dan subsidi sebagaimana yang dilakukan oleh Kemendikbud.
“Menag, sebagaimana Mendikbud, harus serius hadirkan program dan anggaran bantuan untuk siswa, guru, mahasiswa dan dosen di lingkungan Kemenag, sebagai bentuk keadilan negara unt warganya, bagian dari upaya mempersiapkan dan menghasilkan sarjana muslim moderat kelas dunia” pungkas Hidayat.
red: adhila