Politisi yang Takut Siswa Baca Buku Al Fatih Dicurigai Punya Makna Berbeda Soal Pancasila
Bogor (SI Online) – Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Bogor Ustaz Abdul Halim merasa heran jika ada politisi apalagi muslim sampai takut siswa di Indonesia membaca sejarah Muhammad Al Fatih. Alasannya karena penulis buku Muhammad Al Fatih yang dimaksud politisi tersebut adalah aktivis dari sebuah organisasi yang dituduh anti Pancasila.
“Justru yang mempermasalahkan patut dicurigai makna Pancasilanya berbeda dengan Pancasila yang asli,” kata Halim melalui pernyataannya kepada Suara Islam Online, Ahad (4/10/2020).
Menurut Halim, isi dari buku Muhammad Al Fatih tidak bertentangan dengan Pancasila. Bahkan ia menjelaskan, makna sila pertama sampai sila kelima Pancasila itu sesuai dengan kepribadian Muhammad Al Fatih, bahkan sudah menjalankan nilai-nilainya.
Pertama, Muhammad Al Fatih sangat kuat memegang prinsip tauhid, Ketuhanan yang Maha Esa. Kedua, kepemimpinan Muhammad Al Fatih sangat adil dan beradab mulia sebagaimana harapan sila kedua Pancasila.
Ketiga, Muhammad Al Fatih telah memberi contoh persatuan yang dapat menyatukan rakyat dan pemerintahan yang dipimpinnya. “Dengan sikap saling menghargai, memuliakan, membela dan tolong menolong, dan ini sesuai isi jiwa sila ketiga Pancasila,” ujar Halim.
Keempat, Muhammad Al Fatih selalu bermusyawarah dalam menentukan kebijakan. Dan yang kelima, Muhammad Al Fatih selalu berjuang untuk keadilan rakyatnya.
Sebelumnya Wakil Ketua MPR RI yang juga politisi PDIP Ahmad Basarah mengritik keluarnya instruksi dari Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung Muhammad Soleh kepada para siswa SMA/SMK di Bangka Belitung untuk membaca buku salah satu aktivis Hizbut Tharir Indonesia (HTI), Felix Siauw, berjudul “Muhammad Al-Fatih 1453”.
“Seperti kita tahu, penulis buku itu adalah tokoh organisasi yang dibubarkan oleh Pemerintah karena asas organisasinya berlawanan dengan Pancasila,” kata Basarah dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat lalu.
Basarah menilai instruksi itu kontroversial karena penulis buku tersebut merupakan tokoh organisasi yang disebutnya “berideologi” khilafah yang telah dibubarkan oleh Pemerintah sehingga instruksinya dianggap bertentangan dengan ideologi Pancasila.
Kepala dinas tersebut menginstruksikan para siswa membaca buku Felix Siauw tentang sejarah ketujuh Turki Utsmani, kemudian merangkumnya, lalu mengumpulkan tugas tersebut ke sekolah masing-masing.
Setelah itu, semua sekolah harus melaporkan hasil rangkuman siswa ke Kantor Cabang Dinas Pendidikan di Kepulauan Bangka Belitung untuk diteruskan ke Dinas Pendidikan. Instruksi tersebut saat ini telah dicabut.
baca juga: Fadli Zon: Politisi yang Takut Siswa Baca Buku Al Fatih Terjangkit Islamofobia
red: adhila