UU Ciptaker: Babak Baru Penindasan Rakyat?
UU Cipta Kerja resmi disahkan. Suara rakyat terlihat tidak lagi didengar. Tak ayal gelombang aksi penolakan terus menggelora. Tuan penguasa dan wakil rakyat mendadak menjaga jarak. Tidak lupa cuci tangan, walau borok kezaliman tercium begitu pekat.
Kini, setelah bungkam seolah menghindar, bahkan lebih memilih tilik itik daripada menghadapi demonstran. Akhirnya tuan penguasa pun buka suara. Diberitakan kompas.com, 9/10, dalam keterangan pers dari Istana Bogor, presiden menjelaskan alasan utama pemerintah menerbitkan UU Cipta Kerja. Salah satu alasannya adalah untuk membuka lapangan kerja baru di Indonesia.
Presiden juga menyebut bahwa gelombang aksi demo yang digelar para buruh dan mahasiswa lantaran adanya disinformasi dan hoaks terkait substansi dari UU Cipta Kerja. Karena banyaknya aksi penolakan terhadap UU ini, presiden mempersilakan masyarakat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menanggapi pidato presiden tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, pernyataan yang disampaikan Presiden Joko Widodo tersebut tidak menjawab hal-hal yang dipersoalkan publik. Pernyataan presiden itu dinilai hanya retorika, lantaran hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai draf UU Cipta Kerja yang final dan disahkan. (kompas.com, 9/10/2020).
Jelas pernyataan presiden bukan hanya sekadar retorika, tapi juga permainan diksi untuk membuai rakyat. Faktanya, sejak awal undang-undang ini terendus publik, tidak sedikit kritik dan penolakan yang dilontarkan oleh para guru besar dan akademisi terhadap UU ini. Kritik ini pun berdasarkan kajian dan penelitian secara hati-hati.
Tentunya sangat prematur jika mengatakan aksi penolakan buruh dan mahasiswa didasari oleh disinformasi dan hoaks. Faktanya, rakyat tidak akan bergerak turun hingga ke jalan dan mengorbankan harta, waktu, tenaga, pikiran bahkan jiwa mereka. Jika kepentingan mereka tidak diusik dan dizalimi penguasa.
Pernyataan presiden justru mengonfirmasi, disinformasi dan hoaks ini dipicu oleh penguasa sendiri. Mengingat hingga hari ini belum ada kejelasan terhadap final draft UU ini. Sebagaimana disampaikan oleh anggota Baleg Anggota Baleg DPR RI Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo. Menurutnya, draf yang beredar itu belum final, masih ada perbaikan. (tirto.id, 8/10/2020).
Pernyataan presiden yang mempersilakan masyarakat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) juga mengonfirmasi bahwa istana menutup kemungkinan mengeluarkan Perppu untuk menghentikan UU ini. Pernyataan ini jelas menjadi sinyal kuat keberpihakan penguasa terhadap kepentingan oligarki-kapitalis dan mengebiri kepentingan rakyat.