Teladan Generasi Awal NU, Ulamanya Enggan Dapat Jabatan
Bogor (SI Online) – Rais Aam Komite Khittah Nahdlatul Ulama (KKNU) 1926 KH Suyuti Toha menegaskan bahwa ulama adalah pewaris Nabi yang sikap dan langkahnya sesuai petunjuk Nabi.
Dalam soal kepemimpinan, kata Kiai Toha, ulama juga harus mengikuti teladan Nabi Muhammad Saw dan para sahabat yang tidak ambisius untuk mendapatkan jabatan.
Pengasuh Pondok Pesantren Mansy’aul Huda, Banyuwangi, Jatim itu menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw dalam sebuah hadis melarang umatnya untuk meminta jabatan. Rasulullah juga enggan memberikan jabatan kepada orang yang ambisius meminta jabatan.
Dalam kisah teladan, ketika ada sahabat bernama Abdurrahman bin Samurah meminta jabatan, maka Rasulullah Saw bersabda kepadanya, “Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan karena permintaan maka tanggung jawabnya akan dibebankan kepadamu. Namun jika kamu diangkat tanpa permintaan, maka kamu akan diberi pertolongan.” (HR Muslim).
“Itulah petunjuk Nabi yang menjadi tradisi di NU sejak awal, para ulamanya enggan mendapatkan jabatan,” ujar Kiai Toha saat menghadiri perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw di Padepokan Welas Asih, Parung, Bogor pada Rabu malam (21/10/2020).
Ulama sepuh yang sudah aktif jadi pengurus NU sejak tahun ’75 itu menceritakan bagaimana sikap para ulama NU dahulu ketika diberi jabatan. Dahulu ketika momen Ketua NU Jawa Timur meninggal, itu panitia pemilihan ketua berikutnya kesulitan untuk mencari pengganti.
“Para ulama di sejumlah daerah di Jawa Timur yang kapasitasnya sangat mampu menjadi ketua, itu ketika diminta mereka menolak jabatan. Sampai-sampai ketika menemui kandidat terakhir, yang tadinya juga menolak, panitianya bilang kalau Kiai tidak mau jadi ketua ya sudah NU Jawa Timur sebaiknya dibubarkan saja. Nah mendengar itu, akhirnya Kiai tersebut mengalah. Kata Kiai itu, oh jangan dibubarkan, daripada bubar saya tidak mengapa jadi ketua. Itulah teladan para ulama generasi awal NU,” cerita Kiai Toha.
Oleh karena itu, Kiai Toha menyayangkan jika ada oknum NU yang ambisius apalagi menghalalkan segala cara untuk mendapatkan jabatan.
“Politik uang itu bisa menghancurkan NU, itulah kenapa hadir KKNU, agar kembali ke khittah, kembali ke sistem ahlul halli wal aqdi sesuai yang dicontohkan Rasulullah dan para sahabat dalam memilih pemimpin,” jelasnya.
Lebih dari itu, lanjut Kiai Toha, kepemimpinan jika dipegang oleh ulama yang ikhlas itu pengaruhnya bukan hanya untuk organisasi, tapi untuk bangsa dan negara.
“Sesuai pesan Kiai Hasyim Asy’ari, mati atau hidupnya umat Islam di Indonesia tergantung ulamanya,” ujarnya.
Karena itulah, harus ada orang-orang yang melakukan amar makruf nahi munkar.
“Karena meremehkan kezaliman akan memudahkan datangnya azab Allah,” tandas Kiai Toha.
red: adhila