Efek Islamofobia Merusak Prancis
Sophie Petronin (seorang pekerja kemanusiaan berkebangsaan Prancis-sebagian portal berita menyebutnya seorang misionaris) tiba di Bandara Villacoublay, barat daya Paris pada Jumat (9/10/2020). Dia disambut Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Sophie bebaskan pada Kamis (8/9/2020) lalu bersama pemimpin oposisi Mali Soumaila Cisse dan dua warga Italia, Pastor Pierluigi Maccalli dan Nicola Chiacchio. Menurut pers Mali, lebih dari 100 jihadis telah dibebaskan dengan imbalan sandera tersebut.
Kelompok yang menamakan dirinya Alqaeda di Islam Maghreb (AQIM) di Mali Afrika Barat menahan mereka sejak Desember 2016 yang dianggap sebagai agen-agen pemurtadan umat Islam disana.
“Sukacita terbesar saya hari ini adalah mengetahui bahwa asisten saya dapat terus bekerja tanpa saya. Untuk Mali, saya akan berdoa, memohon berkah dan rahmat Allah SWT, karena saya seorang Muslim. Kamu mengatakan Sophie, tetapi kamu memiliki Maryam di depan kamu,” kata Petronin seperti dikutip harian Prancis Le Point.
Hal ini mungkin baru diketahui oleh pemerintah Prancis setelah mendengar langsung penuturan Maryam (Sophie Petronin), sontak membuat seorang Presiden Marcon kesal sekaligus bingung. Ternyata seorang warga yang ia bebaskan telah menjadi seorang muslimah.
Boleh jadi hal itu yang melatarbelakangi sikapnya terhadap seorang guru (Samuel Paty-47 thn) yang dibunuh muridnya karena dianggap menghina keyakinannya dengan menunjukkan kartun Nabi Muhammad Saw dalam satu sesi pelajaran dikelas. Serangan itu terjadi di pinggiran Paris, pada Jumat (16/10) waktu setempat sekitar pukul 5 sore dekat sebuah sekolah di Conflans Saint-Honorine, pinggiran barat laut yang terletak sekitar 30 kilometer dari pusat ibu kota Prancis.
Dua kejadian dalam waktu yang berdekatan membuat Marcon melampiaskan kekesalan dengan memperlihatkan kartun Nabi Muhammad Saw di dua gedung balai kota di wilayah Occitanie, yakni Montpellier dan Toulouse dan berlangsung selama lebih dari empat jam pada Rabu malam (21/10/2020). Beberapa jam sebelum karikatur ditampilkan di dua balai kota itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan, Paty sebagai pahlawan diam. Macron juga menyatakan, Paty sudah mewujudkan nilai-nilai Prancis.
Hal ini memperlihatkan kebencian terhadap Islam dengan berlindung pada kebebasan yang dianut oleh system yang berlaku di Prancis. Seolah tidak belajar dari kejadian serupa yang dilakukan oleh sebuah majalah satire Charlie Hebdo.
Efek dari kejadian ini mengundang reaksi dari dunia Islam yang mengecam tindakan akrobatik konyol dari seorang Marcon. Kecaman dari berbagai pemimpin dunia Islam datang, Erdogan -Turki, Imran Khan – Pakistan. Seruan boikot produk-produk Prancis membanjiri jagad media di Timur Tengah. Protes dan aksi demo di depan kedutaan Prancis terjadi di beberapa negara, Libia, Suriah, Sudan dan Jalur Gaza.
Namun hal ini menjadi penyubur bagi kaum muslimin yang terbakar semangatnya dalam pembelaan terhadap keyakinannya. Kita menunggu reaksi dari penguasa negeri muslim terbesar di dunia ini. Akankah mengikuti langkah Erdogan dan Imran Khan?
Wallahu a’lam bisshawaab
Rahmad Gustin, SE
DPW LMI Sumut