Pangdam Jaya Datang, Nikita Mirzani Menghilang
Dari perspektif komunikasi politik, sikap keras Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman terhadap Habib Rizieq Syihab (HRS) dan FPI, merupakan berkah bukan musibah.
Semakin keras sikap Pangdam Jaya, berkah semakin bertambah.
Mulai dari penurunan baliho, apalagi pernyataan Pangdam Jaya “kalau perlu FPI dibubarkan!”
Bayangkan apa yang terjadi, kalau Pangdam Jaya tidak segera beraksi. Bagaimana dengan nasib HRS dan FPI?
Dari sisi komunikasi politik, sesungguhnya posisi HRS dan FPI dalam beberapa hari terakhir, sedang sangat tertekan. Terjadi brand damage!
Citranya sedang anjlok, babak belur karena perseteruannya dengan perempuan sensasional bernama Nikita Mirzani (Nikmir).
Padahal sebelumnya, kepulangan HRS yang disambut ratusan ribu —ada yang menyebutnya mendekati jutaan—pendukungnya, membuat dunia ternganga!
Istana dan intelijen negara, dibuat terkaget-kaget dengan datangnya massa yang berduyun-duyun.
Banyak yang menggambarkan, suasananya seperti jemaah haji yang sedang berjalan kaki hendak melempar jumroh di Mina.
Bikin bulu kuduk berdiri. Merinding!
Namun hanya karena sorang Nikmir dianggap menghina, dan secara reaktif direspon pendukung HRS, opini publik jadi sontak berubah.
Sangat disayangkan HRS kemudian juga ikut-ikutan menanggapinya. Menggunakan kosa kata yang tidak pas di telinga.
Para buzzer segera bekerja dan pesta pora. HRS dan pendukungnya benar-benar berada dalam tekanan.
Kalangan yang semula bersimpati dengan HRS juga ikut menyesalkannya.
Peristiwa drama politik besar. Seorang tokoh pulang ke Tanah Air, disambut secara luar biasa oleh para pendukungnya. Berubah menjadi drama komedi.
Layaknya sebuah reality show yang konyol.