OPINI

Islam Makin Populis, Demokrasi Makin Miris

Litbang Kompas melansir hasil survei bahwa 52,5 persen responden tidak puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Makruf Amin selama setahun terakhir (www.tribunnews.com, 21 Oktober 2020). Salah satu faktor yang dominan adalah pemerintahan dinilai membuat kebijakan yang tidak pro pada rakyat.

Revisi UU Minerba, kenaikan iuran BPJS, dan pengesahan UU Cipta kerja tentu menjadi poin. Tentunya regulasi tersebut hanya akan semakin memberatkan rakyat di tengah kondisi pandemi.

Ditambah lagi terkait penanganan pandemi Covid-19. Terkesan gagap dan salah fokus. Dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) sangat lebih besar dibandingkan untuk alokasi kesehatan.

Kinerja pemerintahan sedemikian yang ikut menyumbang menurunnya kepercayaan publik terhadap demokrasi. 36 persen publik menyatakan demokrasi di Indonesia melemah.

Menilik hal demikian, adalah sebuah kewajaran bila ada upaya mencari rumusan kehidupan politik dan pemerintahan berdasarkan keyakinan mayoritas rakyat negeri ini. Dalam istilah lain, perbincangan mengenai Islam menjadi semakin populer.

Islam mengisi ruang-ruang diskusi baik offline maupun online. Islam mulai dibicarakan untuk menjadi solusi alternatif atas keruwetan dan keterpurukan kondisi negeri.

Lantas, apabila populisnya Islam ini dipandang sebagai sumber konflik, konflik yang bagaimana? Disebut sebagai sumber konflik tatkala ada konflik riil yang terjadi akibat populisnya Islam tersebut. Mestinya ada parameter yang jelas.

Populisme Islam meminjam istilah menag itu ada andil dari demokrasi sendiri. Apakah berbagai keruwetan dan keterpurukan negeri disebabkan oleh Islam?

Terjadinya Aksi Bela Islam yang puncaknya di momen 212 dikarenakan ada penistaan Islam yang dilakukan oleh Ahok. Jadi penyebabnya bukan dari Islam.

Disintegrasi bangsa, mulai dari munculnya GAM (Gerakan Aceh Merdeka), lepasnya Timor Leste hingga aksi OPM yang brutal, semuanya terjadi jelas bukan karena penerapan Islam. Kedaulatan negara yang tercabik-cabik baik oleh proklamasi Benny Wenda, ataupun konflik Natuna, adalah karena penerapan demokrasi.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button