“Terima Kasih” Komnas HAM untuk Dua Rekomendasi Berbahaya Itu
Kecewa dengan Komnas HAM? Tunggu dulu. Kesimpulan mereka tentang pembunuhan enam laskar FP1 yang diuraikan kemarin (8/1/2021), perlu dibaca dengan cermat. Harus sabar. Termasuk sabar membaca tulisan yang agak panjang ini.
Tidak mudah melakukan penyelidikan tindak kekerasan. Bahkan oleh institusi yang terlatih sekalipun seperti Kepolisian. Apalagi tindak kekerasan itu dilakukan oleh orang-orang Kepolisian sendiri. Pastilah banyak tantangan. Mungkin juga rintangan.
Inilah yang dihadapi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka sedang “apes”, terpaksa menyelidiki tindak kekerasan yang dilakukan oleh Polisi. Bisa Anda bayangkan kesulitan yang harus dihadapi Komnas.
Karena itu, wajarlah disampaikan “terima kasih” bertanda kutip kepada Komnas HAM yang telah merampungkan penyelidikan atas pembunuhan enam anggota FP1 yang terjadi pada 7 Desember 2020. Apresiasi pantas disampaikan meskipun banyak yang kecewa.
Publik menuntut agar Komnas menyatakan pembunuhan enam laskar itu sebagai pelanggaran HAM berat. Tapi, Komnas hanya menyebutnya “pelanggaran HAM” saja. Tanpa kata “berat”. Tidak ringan menambahkan kata “berat” itu. Sebab, yang memelototi Komnas dalam kasus ini adalah orang-orang kelas berat semua.
Mereka, Tim Komnas, pasti ingin bekerja maksimal. Tetapi, dalam situasi dan kondisi Indonesia yang sedang mempraktikkan kekuasaan otoriter saat ini, Komnas HAM tentu saja ikut kecipratan dampaknya. Dampak itu antara lain adalah tekanan eksternal dan kegamangan internal. Kita tidak perlu pengakuan atau bantahan orang Komnas tentang tekanan dan kegamangan itu. Cukup dikatakan bahwa semua orang paham apa yang terjadi.