Ibunda Razan: Putri Saya Jadi Target Sniper Israel
Jakarta (SI Online) – “Malaikatku meninggalkan dunia ini, sekarang ia di tempat yang lebih baik. Saya sangat merindukan dia. Semoga jiwamu tenang putriku yang cantik,” ujar Ashraff, ayah Razan Najjar sambil membawa rompi medis putih yang dikenakan putrinya dan kini bernoda merah akibat darah, seperti dilansir dari Middle East Monitor, 4 Juni 2018.
Sebelumnya, gadis paramedis yang ikut membantu korban luka di Gaza, Razan Najjar, ditembak oleh sniper Israel saat mengevakuasi korban Palestina di pagar perbatasan Gaza-Israel, pada 1 Juni lalu. Razan Najjar sudah 10 minggu merawat mereka yang luka selama demonstrasi berdarah peringatan Nakba sejak 30 Maret, sebelum ia ditembak di bagian dada oleh IDF yang berjaga di perbatasan.
Ribuan orang menghadiri upacara pemakaman pada Sabtu 2 Juni, termasuk teman dan rekan medis selama di Gaza.
Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan 100 orang terluka saat demonstrasi Jumat 1 Juni, termasuk luka akibat 40 tembakan peluru tajam. Empat paramedis terluka ketika berusaha menyelamatkan korban luka di dekat pagar perbatasan.
“Mereka (tentara Israel) tahu kalau Razan paramedis, dia menolong korban luka sejak 30 Maret,” ungkap Sabreen, ibunda Razan Najjar, meceritakan putrinya dengan tangisan.
“Putri saya menjadi target sniper Israel. Tembakan peluru diarahkan tepat di bagian dada, itu bukan peluru nyasar.”
Razan al-Najjar merupakan anak tertua dari enam bersaudara dan menjadi paramedis setelah meraih diploma di bidang keperawatan dan kursus medis lainnya.
Dia menjadi relawan di rumah sakit dan organisasi nirlaba serta organisasi medis. Kemudian ia ikut menjadi relawan medis saat demonstrasi Nakba pecah pada 30 Maret. Sebagai paramedis, ia fokus merawat anak-anak dan wanita selama demonstrasi.
“Putri saya keluar setiap Jumat dari pukul 7 pagi hingga 8 malam. Dia di lapangan melaksanakan tugasnya, merawat yang terluka dan putri saya adalah paramedis yang berani dan tidak pernah takut penembak Israel. Dia biasa pulang ke rumah dengan seragam dipenuhi darah dan tinggal terakhir di lokasi sampai semua penunjuk rasa pergi.”
Sementara menurut pengakuan Rida al-Najjar, rekan dan teman Razan Najjar, saat berada di lokasi bersama Razan saat ia ditembak sniper Israel.
“Saya di sana ketika Razan terluka. Kami saat itu mencoba menolong pengunjuk rasa yang terkena gas air mata. Ketika kami mendekat ke pagar, tentara Israel menembakan gas air mata dan peluru tajam ke arah kami. Gas air mata dan kepulan asap hitam menyelimuti lokasi kami. Waktu itu kami kesulitan bernafas. Tiba-tiba Razan memegang punggungnya dan dia terjatuh ke tanah. Darah mengalir ke seluruh seragam putihnya,” ujar Rida menceritakan detik-detik Razan ditembak, seperti dikutip dari Aljazeera.
Reda menambahkan saat itu paramedis tidak membawa senjata apapun, hanya peralatan medis untuk menolong korban luka.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Ashraf al-Qedra, mengutuk pembunuhan Razan Najjar dan meminta komunitas internasional untuk campur tangan menangani kekerasan di Gaza. Kementerian Kesehatan Gaza mencatat 223 paramedis terluka selama demonstrasi, sementara tentara Israel juga menargetkan 37 ambulans yang beroperasi selama demonstrasi di Gaza.
sumber: Tempo.co