Guru Non-Muslim Ngajar di Madrasah, Pendangkalan Akidah?
Sabtu (30/01/2021), Andi Syaifullah selaku Analis Kepegawaian Kementerian Agama (Kemenag) Sulsel mengatakan, kebijakan penempatan guru beragama Kristen di sekolah Islam atau madrasah sejalan dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia tentang pengangkatan guru madrasah khususnya pada Bab VI pasal 30.
Pasal itu memuat standar kualifikasi umum calon guru madrasah (khususnya pada poin a), yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak harus beragama Islam. Menurut Andi, guru non muslim yang mengajar mata pelajaran umum di madrasah merupakan bentuk manifestasi dari moderasi beragama, yaitu Islam tidak menjadi ekslusif bagi agama lainnya.
Hal ini menimbulkan pertanyaan pada masyarakat, terutama orang tua para peserta didik. Para guru adalah panutan yang akan mengajarkan adab dan akhlak dalam kehidupan. Bagaimana seorang guru non muslim akan mendidik anak-anak mereka jika dalam proses belajar mengajar, secara langsung siswa akan mengamati setiap tindak-tanduk gurunya. Selain mempelajari ilmu umum, para siswa akan mencontoh setiap tindakan guru.
Sedangkan akhlak dalam pandangan Islam adalah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan segala perbuatan sebagai bagian dari perintah dan larangan Allah yang harus diwujudkan dalam diri seorang muslim.
Bagaimana seorang guru bisa mencontohkan adab dan akhlak seorang muslim sedang ia sendiri tak beriman pada Allah SWT dan Rasul-Nya? Bukankah kebijakan ini justru membuka potensi pendangkalan akidah Islam para siswa?
Kedudukan Akidah dan Akhlak
Islam merupakan agama yang diturunkan Allah swt. kepada Muhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dirinya sendiri, dan sesama manusia.
Keberadaan akidah ini menjadi sesuatu yang utama dan penting sebelum dibangunkannya akhlak. Ibarat akidah ini seperti akar pohon yang berada pada dasar yang dengannya melahirkan sebuah keyakinan dalam suatu perbuatan.
Akidah Islam dapat membangkitkan kesadaran bahwa setiap perbuatan selalu berkaitan dengan perintah dan larangan Allah swt. Sehingga tiap diri manusia akan memiliki kepekaan tinggi bahwa Allah selalu senantiasa mengawasi disetiap perbuatan manusia. Ia akan merasa takut apabila melakukan perbuatan dosa dan menyimpang dari Islam sebab dengan perbuatan itu akan berpengaruh pada kehidupan akhiratnya.
Dengan begitu, akan menghasilkan cabang hukum syariah yang berkenaan dengan sifat terpuji yang mesti dimiliki oleh kaum muslimin. Cabang-cabang itu diibaratkan akhlak, hasil dari pada dasar.
Kebijakan tadi sangat bertentangan dengan Islam. Tidak memperhatikan akidah generasi muslim yang seharusnya pendidikan ada bukan hanya sekadar menyampaikan materi tapi juga menanamkan kepribadian. Tentu, kepribadian non muslim dan kepribadian muslim itu sangat jauh sekali.