Muslim dan Umat Buddha Myanmar Bersatu Tolak Kudeta Militer
Jakarta (SI Online) – Berbagai kalangan masyarakat Myanmar dari etnik dan latar belakang agama yang berbeda kini bersatu menentang kudeta militer di Myanmar, termasuk kaum minoritas yang selama ini merasa termarjinalkan di banyak bidang.
Khin, seorang perempuan dari komunitas Muslim di Yangon, kota terbesar Myanmar, menangis ketika menceritakan bagaimana ia bahu-membahu mengumpulkan dan menyalurkan bantuan kepada gerakan pembangkangan sipil (civil disobedience movement, CDM).
Gotong royong ia lakukan dengan sesama warga tanpa memandang etnik maupun agama, sekatan yang selama ini amat kental.
“Dulu mereka membenci Muslim secara sengaja. Kami tidak bisa beramah tamah, kami membenci satu sama lain. Hampir semua masalah yang timbul dikaitkan dengan agama,” ungkapnya seraya menambahkan bahwa sebutan “mereka” ini mengacu pada penduduk mayoritas yang beragama Buddha.
“Mereka kini tahu kami semua bersaudara, semuanya satu keluarga,” tambah Khin dengan suara tersekat.
Penuturan Khin dikukuhkan oleh June Khine.
Perempuan penganut Buddha itu mengakui meskipun kudeta membawa banyak kemunduran, peristiwa tersebut telah pula menyatukan berbagai etnik dan agama serta memberi ruang untuk saling memahami.
“Sebelumnya etnik-etnik minoritas kesulitan bertahan hidup ketika militer menyasar mereka, ketika terjadi perang saudara terus menerus di daerah mereka.
“Karena sekarang kami mulai memahami bagaimana rasanya hidup setiap hari di bawah penumpasan dengan kekerasan dan pembunuhan. Kami mulai bersimpati dan menyampaikan permintaan maaf yang sudah lama terlambat kepada mereka. Dan mereka menerima kami,” kata June.
Khin dan warga Muslim lain menerima permintaan maaf antara lain lewat sosial media.
“Sekarang tidak seperti itu lagi. Mereka mendukung kami. Di Facebook, mereka mendukung kami dan menyampaikan pesan ‘maafkan kami atas perlakuan di masa lalu, kami tidak tahu apa-apa’. Itu kata mereka,” jelasnya seraya buru-buru menambahkan bahwa ia yakin permintaan maaf tersebut adalah ungkapan tulus.
Khin, 52, dn June Khine, 24, berasal dari etnik Bamar, suku terbesar dari total penduduk sekitar 54 juta jiwa.
Jika Khin dilahirkan di keluarga Muslim dan kerap disebut Muslim Bamar, June Khine menganut agama utama di Myanmar -Buddha.
Keduanya tinggal di kota terbesar Yangon, mereka mengaku menyesal sebesar-besarnya atas ketidakakuran dalam hidup berdampingan dalam masyarakat selama ini, bahkan justru condong mengedapankan perbedaan.
Mereka adalah dua perempuan profesional; Khin seoarang bankir dan June Khine seorang insinyur sipil.
Di luar suku Bamar, terdapat etnik-etnik minoritas yang tersebar di seluruh wilayah negara itu, mirip dengan kondisi di Indonesia. Tentu dengan perbedaan-perbedaannya.
sumber: bbc news indonesia