Mata Kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia Hilang, Fadli Zon: Ini Kesalahan Fatal, Harus Diinvestigasi
Jakarta (SI Online) – Anggota DPR RI Fadli Zon menegaskan bahwa Agama, Pancasila dan Bahasa Indonesia adalah ciri pendidikan nasional.
Menurut Fadli, hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan mengingatkan kita pada hilangnya frasa “agama” dalam draft “Peta Jalan Pendidikan 2020-2035” yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sehingga, tak heran jika ada sejumlah kalangan menilai ini bentuk kesengajaan.
Dia mengatakan, mungkin ada sejumlah ahli di Kemendikbud yang berpandangan bahwa agama, Pancasila, dan Bahasa Indonesia tidaklah penting. Ia juga mengetahui ada pandangan bahwa pelajaran agama, menjadi beban bagi dunia pendidikan.
“Kita memang tak bisa mengetahui dengan pasti apakah hilangnya frasa agama, mata kuliah Pancasila, serta mata kuliah Bahasa Indonesia merupakan kesengajaan, atau sekadar produk kecerobohan Pemerintah belaka. Yang jelas, kesalahan ini sangat fatal!” ujar Fadli dikutip Suara Islam Online, Kamis (22/4) melalui video di Fadli Zon Official.
Politisi Gerindra itu menuturkan, merujuk Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945, dengan jelas dimandatkan oleh konstitusi bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan diatur dengan undang-undang.
“Jadi, pemerintah wajib menyelenggarakan sebuah “pendidikan nasional”. Apa yang dimaksud sebagai “pendidikan nasional” itu bukan saja mencakup skalanya, yaitu sebuah pendidikan yang diselenggarakan secara nasional, dari Sabang sampai Merauke; namun juga mencakup sifatnya, yaitu sebuah pendidikan yang memiliki ciri kebangsaan (nation),” tuturnya.
Jadi Agama, Pancasila dan Bahasa Indonesia adalah ciri pendidikan nasional. Tanpa ketiganya, pendidikan jadi kehilangan sifat kenasionalannya.
Menurut Fadli, hilangnya frasa “agama” dalam draf Peta Jalan Pendidikan Nasional adalah persitiwa hukum dan ketatanegaraan yang serius.
Tidak masuknya frasa “agama” dalam draf Peta Jalan Pendidikan Nasional setidaknya membuktikan dua hal. Pertama penyusunan roadmap ini ahistoris, karena telah mengabaikan pertimbangan historis, sosiologis, sekaligus yuridis yang mestinya hadir dalam penyusunan kebijakan pendidikan.
“Tim perumus harus diisi mereka yang benar-benar paham sejarah pendidikan nasional. Mereka yang tak tahu sejarah masa lalu, tak mungkin tahu apa yang terjadi masa kini. Mereka yang tak tahu apa yang terjadi masa kini, tak mungkin bisa merancang masa depan,” katanya.