Parade Paradoks atas Nama Covid
Setahun lebih dua bulan bersama covid. Dua kali puasa dan lebaran dalam suasana pandemi. Tahun 2021 ini kembali berlaku larangan mudik, seperti tahun lalu. Atas nama pencegahan penularan virus covid, aturan pun ditegakkan.
Aparat keamanan diterjunkan untuk menjaga titik-titik penyekatan antar wilayah. Warga tak bisa apa-apa, tak bisa kemana-mana selain di rumah saja, memendam rindu pada kampung halaman juga orang tua dan sanak saudara.
Mematuhi aturan yang berlaku, hanya itu satu-satunya opsi yang bisa dipilih. Demi bisa mudik, warga menyiapkan hasil swab anti gen dan Surat Ijin Keluar Masuk (SIKM). Demikian yang disyaratkan dalam SE Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.
Parade paradoks mengiringi larangan mudik lebaran tahun ini. Warga dipaksa melihat inkonsistensi kebijakan. Paradoks pertama, saat larangan mudik diberlakukan, penerbangan domestik ditiadakan, WNA asal China justru masuk ke Indonesia.
Dikutip dari Sindonews.com (08/05/2021), WNA China terus berdatangan ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang, Banten. Sudah tiga gelombang kedatangannya. Pertama, tanggal 4 Mei 2021 sebanyak 85 orang. Kedua, tanggal 6 Mei 2021 ada 46 orang. Ketiga, tanggal 8 Mei 2021 sebanyak 157 orang.
Dirjen Imigrasi KemenkumHAM, Jhoni Ginting mengatakan, seluruh WNA China yang masuk ke Indonesia melalui Bandara Soetta, sudah memenuhi aturan keimigrasian.
Perjalanan mereka juga dikatakan telah sesuai dengan aturan perjalanan internasional pada masa pandemi Covid-19 di Indonesia dan telah melewati pemeriksaan dokumen perjalanan dan kesehatan. Wajar jika warga merasa pemerintah pilih kasih, lebih sayang rakyat negara lain dibandingkan rakyat sendiri.
Paradoks kedua, pusat perbelanjaan penuh. Memang sudah tradisi baju baru di hari raya. Menyerbu pasar, membeli keperluan lebaran pun sudah tradisi. Namun pandemi membuat pasar mendadak sepi. Para pedagang mengaku omsetnya turun drastis. Itu tahun lalu.
Berbeda dengan tahun ini. Padahal sama-sama masih pandemi. Seakan terlupa bahwa covid masih ada. Protokol kesehatan yang tersisa hanyalah memakai masker. Dengan pasar penuh sesak dan berjejal, menjaga jarak sudah tak terkondisikan.
Banyak pihak yang kemudian menghubungkan penuhnya pasar dengan ajakan Menkeu Sri Mulyani. Simak pernyataan Mba Sri di acara konferensi pers APBN Kita: “Ada bagusnya saat Lebaran beli baju baru supaya walaupun bertemu lewat Zoom, pakai baju baru sehingga muncul aktivitas konsumsi.” (Republika.co.id, 24/04/2021).
Paradoks ketiga, anjuran berwisata. Kemenparekraf Sandiaga Uno menganjurkan masyarakat untuk menggunakan waktu libur lebaran dengan berkunjung ke lokasi wisata lokal (merdeka.com, 21/04/2021). Destinasi wisata lokal dibuka dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat.
Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming yang nota bene anak presiden, melarang pemudik masuk ke Solo. Dalam rangka pencegahan penularan covid, Gibran bahkan mengeluarkan surat edaran yang mengizinkan wisatawan masuk ke Solo.