Novel Baswedan dan Kawan-Kawan Sudah Ditarget
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang diberikan pimpinan KPK kepada para anggota KPK, menurut Novel Baswedan mengada-ada.
“Saya yakin tidak lulusnya itu bukan karena tes, saya yakin tidak lulusnya karena ditarget. Ditarget untuk tidak lulus dan tentu ada upaya untuk disingkirkan. Ada upaya dengan sungguh-sungguh sistematis, karena upaya memasukkan norma-norma seolah-olah harus ada tes. Ada asessment dan itu tidak ada aturan hukumnya yang mengatur soal itu,” kata Novel, Selasa kemarin (18/5) di acara Refly Harun Chanel Youtube.
Menurut Novel, dalam proses wawancara itu banyak kejanggalan-kejanggalan.
“Dan akhirnya kami melihat bahwa orang-orang yang tidak lulus justru orang yang berprestasi, orang-orang yang banyak melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan), orang-orang yang menangani kasus besar dan orang-orang yang menangani perkara tidak mau diganggu, diintervensi dan lain-lain. Hal ini saya lihat, ini upaya yang sistematis untuk menyingkirkan orang-orang yang bekerja dengan baik,” terangnya.
Ia juga melihat ada semacam framing yang dibentuk, seolah-olah harus ada tes.
“Dibikin persepsi bahwa seolah-olah kami adalah orang-orang yang bermasalah dalam nasionalisme maupun Pancasialis. Padahal kami menunjukkan pengabdian kepada negara yang luar biasa. Memberantas korupsi itu musuhnya banyak. Kami ambil risiko itu untuk kepentingan negara. Dan ternyata kami justru diframing dikatakan radikal dan lain-lain,” jelasnya.
Novel mengapresiasi pidato presiden yang mengharap agar mereka yang tidak lulus tes, tidak disingkirkan di KPK. Ia menyayangkan adanya framing atau persepsi yang dibuat untuk menyingkirkan ia dan kawan-kawan. Novel juga khawatir ada anggapan seperti zaman dulu, dicap PKI, ekstrem dan lain-lain.
”Karena apa, karena disebut tidak lulus wawasan kebangsaan seolah-olah kami adalah bermasalah dalam hal itu,” paparnya.
Menurut Novel, framing seperti ini berbahaya. Ia melihat ini bukan sekadar kawan-kawan KPK yang bekerja dizalimi, tapi ada upaya melakukan hal yang sistematis untuk menghilangkan pekerjaan.
“Saya melihatnya bahwa ini ada upaya bahwa orang yang bekerja sungguh-sungguh untuk memberantas korupsi akan disingkirkan dan kepentingan memberantas korupsi di Indonesia akan terganggu dan ini berbahaya sekali bagi kepentingan negara,” terang penyidik KPK berpengalaman ini.
Novel juga menyayangkan bahwa pada saat sosialisasi tentang masalah ini, pimpinan KPK saat itu tidak pernah mengatakan nanti ada yang tidak lulus dan seterusnya. Katanya ini hanya asessment. Ia menyayangkan adanya pertanyaan yang berkenaan dengan masalah agama dan masalah privacy.
Ia juga mencontohkan adanya pertanyaan seperti ada yang membenturkan bahwa seorang ASN harus nurut pada atasan dalam masalah integritas.
“Ketika dibenturkan itu maka ketika menjadi ASN bagaimana kalau diintervensi oleh pejabat di luar KPK, saya katakan intervensi itu tidak boleh. Intervensi dalam penyidikan bisa dikatakan menghalang-halangi penyidikan,” ungkapnya.
Novel baru tahu kemudian bahwa ada 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat.
“Setelah kami mencari tahu siapa-siapa yang masuk dalam kelompok itu ternyata orang-orang yang masuk dalam kelompok itu justru orang yang punya integritas yang mapan yang di antara bidang kerjanya menjadi teladan bagi kawan-kawannya dan rasanya (mereka) orang-orang yang kritis,” terang Novel.
Sementara itu, mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa tes yang diadakan pimpinan KPK untuk pegawai KPK itu menurutnya abal-abal.
“Pak Tjahjo tanggungjawab,” tegasnya. Ia melihat bahwa tes itu hanya untuk menyingkirkan staf-staf KPK yang profesional dan saat ini sedang menyelidiki korupsi bansos.
Rizal juga menyayangkan opini dari luar yang mengatakan bahwa Novel Baswedan Taliban, ada anggota KPK yang radikal dan lain-lain. Padahal, sebenarnya mereka adalah anggota-anggota KPK yang bekerja profesional untuk memberantas korupsi di negeri ini. []
Nuim Hidayat