Nestapa Uighur
Sungguh pelik persoalan umat saat ini, ketika mata dunia memandang ke arah Palestina, maka derita muslim Uyghur menjadi tak terlihat. Bersamaan dengan itu, mobilisasi opini terus digencarkan pada para pemimpin negeri muslim untuk mengerahkan tentara memadamkan serangan zionis Israel.
China menahan dan memenjarakan paling tidak 630 imam Muslim dan pemimpin agama lain sejak 2014 dalam operasi di Xinjiang, menurut penelitian baru oleh kelompok hak asasi Uighur. Padahal, menurut kesaksian sanak saudara, yang dilakukan di balik dakwaan itu adalah berkhotbah, berkumpul dalam kelompok pengajian atau bertindak sebagai imam salat. (BBC, 15/5/2021)
Jika menjadi imam salat saja diperkarakan, maka tidak ada lagi keadilan di muka bumi. Namun isu yang disebar adalah propaganda ekstrimisme, memicu separatisme. Dari penelitian yang dikumpulkan oleh kelompok Uighur Human Rights Project (UHRP) menemukan bukti bahwa 18 ulama meninggal tidak lama setelah ditahan.
Pada saat yang sama, Amerika dan China pun saling serang opini. Amerika menyudutkan China dengan isu Uighur, sedangkan China menohok Amerika dengan isu Palestina. Kedua negara penjajah ini menjadikan umat sebagai pion-pion di bidak percaturan dunia. Bukan untuk disanjung puja, tetapi untuk diinjak dan dihabisi.
Sebaliknya penguasa-penguasa negeri muslim menampakkan wajah manisnya pada negara-negara kufur. Mereka hanya sibuk mengecam dan mengutuk pembantaian manusia tersebut, tanpa mengerahkan pasukan, atau mobilisasi jihad. Hilang rasa persaudaraan di tubuh kaum muslim. Ikatan akidah yang dahulu menjadikan Islam bak mercu suar, kini tiada.
Berharap pada PBB pun, sama, bagai pungguk merindukan bulan. Institusi negara yang satu ini terbukti tidak memiliki taji memberantas kemungkaran yang merebak di muka bumi. Hingga pada akhirnya semua pemimpin dunia bersikap sama, membisu dan bersikap hanya sebagai penonton, membiarkan tragedi kemanusiaan terus terjadi sepanjang masa.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
يُرِيْدُوْنَ لِيُطْفِـئُـوْا نُوْرَ اللّٰهِ بِاَ فْوَاهِهِمْ وَا للّٰهُ مُتِمُّ نُوْرِهٖ وَلَوْ كَرِهَ الْكٰفِرُوْنَ
“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.” (QS. As-Saff 61: Ayat 8)
Di tengah sorotan dunia atas perlakuan Pemerintah China terhadap minoritas Uyghur, beredar video rekaman yang diduga sengaja dibuat sebagai upaya propaganda Beijing, bahwa mereka tidak memperlakukan salah kelompok mayoritas muslim tersebut. (Liputan6.com, 16/5/2021)
Di video tersebut tampak perayaan Lebaran para muslim Uighur di Kashgar, Xinjiang. Akan tetapi Nurmuhammad Majid, Presiden Asosiasi Australia Turkistan Timur mengatakan kepada Daily Mail Australia video itu adalah sandiwara yang diorkestrasi, demikian seperti dikutip dari Daily Mail, Ahad (16/5/2021).
China membantah dan mengatakan bahwa segala penangkapan yang dilakukan pada muslim Uyghur adalah sebagai program pendidikan kembali. Dunia telah mengetahui, satu juta muslim di Xinjiang ditangkapi dengan berbagai tuduhan, kerja paksa, propaganda ekstrimis agama, para perempuan dipaksa menerima sterilisasi, perkosaan, hanya karena bersikukuh dalam Islam.
Penguasaan informasi membuat mereka kerap kali memberi informasi keliru dan menutupi fakta yang sebenarnya terjadi. Kejahatan besar mereka adalah memaksakan ideologi batil untuk menggantikan Islam. Sementara Islam telah masuk sejak 1400 tahun lalu, ketika Panglima Qutaibah bin Muslim melakukan futuhat di Turkistan.
Karenanya umat membutuhkan kepemimpinan yang satu yang bersifat global, untuk mengantarkan mereka pada kemuliaan Islam. Memimpin dunia dan menghentikan seluruh permainan kotor yang menjadikannya sebagai santapan dan permainan politik. Tanpa Khilafah, musuh-musuh Islam berbuat semena-mena mempermainkan nyawa dan darah umat.
Kekuatan Islam yang mandiri yang tegak di bawah kendali Ilahi, akan mengantarkan umat pada kebaikan yang banyak. Jika tidak, maka pertarungan antara yang haq dengan yang batil akan selalu dimenangkan oleh musuh-musuh Islam, dan terus menghalangi umat menuju kebangkitan.
Lulu Nugroho, Pengurus Majelis Taklim Kamus