Ketika UAH Difitnah, Kita Resah
Keterlaluan. Kata itu cukup mewakili untuk menanggapi kondisi terkini terkait fitnah terhadap dai muda kelahiran Pandeglang itu. Niat tulus dan langkahnya yang tergugah akan nasib naas di bumi para nabi Nun jauh di sana berefek pada suara sumbang dengan tuduhan menusuk jiwa: uang itu ditilep! Siapa yang terluka?
Pastinya pecinta dan siapa yang dekat dengannya. Maka banyak pihak mendukung langkah UAH dan tim-nya karena gerakan sporadis pemiftahnya sudah tak terkendali. Mengarah pada pembunuhan karakter. Dalam skala luas pemantik konflik horizontal yang menakutkan.
Baca juga: Siap Laporkan Buzzer Tukang Fitnah, UAH: Hukum Harus Ditegakkan
Sungguh keterlaluan! Tokoh sekaliber UAH yang namanya telah harum dengan sepakterjangnya di dunia dakwah, terlebih gerakan menghafal Al-Qur’an yang juga masyhur. Sampai-sampai Presiden Turki memberi penghargaan khusus pada muda Banten itu, pada ujungnya ada saja insan yang demi “sesuatu” memfitnah hanya modal prasangka.
Bagi saya ini lucu sekaligus miris. Lucu karena terlihat yang “ngoceh” itu tengah cari panggung dan sayangnya langsung ditanggapi. Miris pastinya, terhadap tokoh agama yang nyata sumbangsihnya, paten keilmuannya hanya karena beda persepsi melakukan hal yang keluar dari adab yang nabi lakukan. Sebab kita tahu, belum ada tabayyun atau kroscek terlebih kepada UAH akan kebenaran uang Ummat yang dia ragukan. Tak hanya modal curiga atau data medsos yang sering melantur karena ditafsirkan absurd.
Sungguh ini mencemaskan, bagaimana nanti generasi bangsa memahami adab dan akhlak ke depannya. Pada Ulama saja demikian, bagaimana pada mereka yang lebih rendah? Kebebasan berpendapat sering jadi acuan pembenaran, padahal segala sesuatu harus punya batas agar kenyaman berbangsa terasa. Inilah kalau berbangsa belum memiliki kedewasaan bersikap, inginnya baik padahal niat baik saja tak cukup membangun negeri yang besar ini.
Harus ada langkah nyata dan saling rangkul dengan tidak mendeskritkan pihak manapun. Kalaupun tak sejalan dalam sesuatu bukan pembenaran melakukan sikap absurd. Tetap saja pakem moral diperbatikan
Baca juga:
- UAH Salurkan Donasi Rp14,3 Miliar untuk Pembangunan RS Indonesia di Hebron Melalui MUI
- Apresiasi Perjuangan UAH untuk Palestina, Presiden ACT: Tanpa Ulama, Umat Bergerak Tanpa Arah
Bukan hanya wawasan kebangsaan ditebarkan, tapi penting juga penanaman moral yang nyata pada anak bangsa agar tahu apa kewajibannya. Kita patut sedih dengan catatan kejahatan kelam anak bangsa lintas usia yang tiap tahun meningkat, utamnya krisis kejujuran terhadap amanah yang dipegang.
Entah setelah UAH siapa lagi, semoga saja tak ada lagi. Jangan sampai paku bumi hanya jadi bahan lelucon oleh mereka yang tak memahami sejarah nusantara. Sebab kita tahu, siapa yang paling terdepan dan darah siapa yang paling banyak membasahi Indonesia demi merdeka. Itu fakta bukan sekedar kata-kata. Tidak tahu kata mereka, apakah sama? Wallahu ‘alam. []
Pandeglang, 02/06/2021
Mahyu An-Nafi