Kecewa Tuntutan Jaksa kepada HRS, Wantim MUI: Di Luar Logika Sehat dan Beraroma Politik
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi mengaku kecewa dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Habib Rizieq Syihab (HRS) dalam perkara swab test RS Ummi Bogor.
“Kami sangat kecewa dengan tuntutan JPU tersebut karena itu sangat memberatkan, di luar nalar logika sehat, beraroma politik dan bernuansa dendam serta mengada-ada,” kata Kiai Muhyiddin melalui pernyataannya kepada Suara Islam Online, Kamis (3/6/2021).
Menurut Kiai Muhyiddin, kasus yang dituduhkan kepada Imam Besar Habib Rizieq Syihab (IB HRS) sebetulnya telah dilakukan oleh banyak orang Indonesia yang pernah diswab. “Usai diswab seseorang masih bisa merasakan bahwa ia sehat karena belum ada tanda-tanda ke arah positif,” ujarnya.
Baca juga: Perkara RS Ummi: Jaksa Tuntut Habib Rizieq Enam Tahun, Habib Hanif Dua Tahun Penjara
Ia menambahkan, bahwa fakta di lapangan menunjukan bahwa hasil test swab tak bisa diketahui secara instan dan butuh waktu. “Jadi sangat wajar jika ia (HRS) merespon jawaban saat ditanya orang jawabannya ‘saya sehat’,” kata Kiai Muhyiddin.
Ia menilai bahwa HRS tidak menutupi hasil swap atau merekayasanya dengan berbagai alasan. “Jadi sangat aneh tuntutan itu dialamatkan kepada HRS. Kebohongan yang dijadikan sebagai alasan utama dengan sendirinya gugur,” jelas Kiai Muhyiddin.
“Kecuali jika ia sudah tahu hasilnya kemudian menyembunyikannya ke publik. Tetapi itu mustahil dilakukan seorang ulama sekelas HRS karena ia paham betul Maqosid Syariah dalam Islam,” tambahnya.
Ketua Bidang Luar Negeri dan Hubungan Internasional PP Muhammadiyah itu mengatakan, di dunia international belum ada undang-undang tentang sanksi seperti itu. “Sanksi pelaku biasanya berupa denda saja,” jelasnya.
Seperti diketahui, Habib Rizieq Syihab dituntut enam tahun penjara dan menantunya, Habib Muhammad Hanif Alatas, dituntut pidana dua tahun penjara oleh JPU dalam perkara swab test RS Ummi Bogor.
Tuntutan ini dibacakan Jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (3/6/2021).
Para terdakwa didakwa Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1946 Peraturan Hukum Pidana tentang pemberitahuan bohong yang menyebabkan keonaran.
red: adhila