Lindungi Masyarakat dari Bahaya Rokok, SFJ: Larang Iklan Rokok!
Jakarta (SI Online) – Lembaga swadaya masyarakat Smoke Free Jakarta (SFJ) mengapreasiasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang telah mengeluarkan Seruan Gubernur DKI Jakarta No. 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok pada 9 Juni 2021 lalu.
“Apresiasi setinggi-tingginya kepada Gubernur DKI Jakarta atas komitmen, keberanian, konsistensi untuk melindungi masyarakat dari bahaya merokok,” ungkap Koordinator Smoke Free Jakarta (SFJ) Dollaris Riauaty Suhadi dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 17 Juni 2021.
Menurut Waty Suhadi -panggilan akrabnya- upaya ini adalah untuk mengatasi tingginya jumlah perokok anak dan remaja usia 10-19 tahun yang setiap tahun bertambah. Bahkan, kata Waty, dalam lima tahun terakhir terjadi peningkatan yang sangat signifikan.
Mengutip data Kementerian Kesehatan (Riset Dasar Kesehatan), Waty menunjukkan bahwa jumlah perokok usia 10-19 tahun pada 2015 adalah 7,2 persen dan pada 2019 meningkat menjadi 9,1 persen. Angka ini naik dari target pemerintah yang hendak menurunkan menjadi 5,4 persen.
Baca juga: Orang Tua Petani Tembakau, Anak Ogah Merokok
“Indonesia menghadapi epidemi tembakau, tanpa kita sadari bahaya ini mengancam keberlanjutan anak-anak kita, generasi bangsa kita,” kata Waty.
Agar masyarakat, terutama anak-anak dan generasi muda terhindar dari bahaya rokok, menurut Waty diperlukan langkah-langkah lintas sektoral. Mulai dari penerapan “Kawasan Dilarang Merokok”, perluasan peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok sebesar 90 persen, hingga larangan iklan dan promosi rokok.
Menurut Waty, larangan iklan dan promosi rokok adalah strategi yang sangat efektif untuk menurunkan angka pengguna rokok terutama untuk usia anak-anak.
Mengutip data penelitian Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) pada 2018, disebutkanb lima jenis media yakni televisi, radio, billboard, poster, dan internet memiliki hubungan yang signifikan dengan status perokok pada anak dan remaja.
Diketahui juga anak dan remaja yang terpapar reklame rokok melalui poster, radio, billboard, dan internet memiliki peluang 1,5 kali lebih besar menjadi perokok dibandingkan yang tidak. Sebanyak 74,2% anak dan remaja terpapar plang toko yang menjual rokok.
Berdasarkan data tersebut, Waty menegaskan, dengan tidak memasang reklame rokok di dalam dan di luar ruang termasuk memajang kemasan atau bungkus rokok di tempat penjualan, berarti telah memberikan kontribusi terhadap pencegahan anak dan remaja menjadi perokok pemula.
“Pelarangan iklan rokok ini adalah solusi yang paling efektif dan murah, tidak memerlukan biaya negara yang besar,” ujarnya.