Menjadi Tamu Allah
Sungguh kerinduan terbesar seorang muslim adalah bertandang ke rumah Allah. Karenanya ia rela menempuh perjalanan yang sangat jauh, melelahkan, dan biaya yang tidak sedikit, untuk tiba di sana. Namun upaya tersebut tidak selalu berbuah manis, bahkan terkadang kandas.
Seperti yang terjadi saat ini, tatkala harapan yang besar menjadi tamu Allah demikian membuncah, namun kembali kecewa, setelah Kementerian Agama RI secara resmi mengumumkan pembatalan keberangkatan ibadah haji tahun 2021 bagi jamaah Indonesia.
Beragam spekulasi pun muncul di tengah masyarakat, baik tentang keberadaan dana haji, persyaratan vaksin Covid-19, ketiadaan kuota, hubungan diplomatik, hingga asumsi lainnya. Keputusan yang sangat berat ini, akhirnya berujung dengan semakin jauhnya rasa percaya terhadap penguasa.
Meski Menteri Agama telah menjelaskan, bahwa penundaan keberangkatan haji sebab belum ditetapkannya kuota haji oleh pihak Saudi. Sementara berbagai persiapan baru bisa dilakukan setelah mendapat kepastian kuota, seperti penerbangan, pelunasan biaya perjalanan, dokumen, petugas, dan lainnya. Seluruhnya itu membutuhkan waktu yang panjang.
Tak berapa lama setelahnya, Kerajaan Arab Saudi akhirnya mengumumkan secara resmi kebijakan haji 2021. Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel pada Sabtu, 12 Juni 2021 mengonfirmasi bahwa tidak ada jamaah haji dari luar Arab Saudi dalam pelaksanaan haji tahun ini.
Dibatasi hanya untuk domestik wilayah Arab Saudi, baik itu warga negara Arab Saudi dan para ekspatriat yang berada di negara itu. Jumlah maksimal hanya 60 ribu jamaah, dengan rentang usia 18 sampai 65 tahun. (Tempo.co, 12/6/2021)
Serupa dengan tahun lalu, hanya warga lokal yang boleh berhaji. Namun ini bukan kali kedua, menurut data The Saudi King Abdul Aziz Foundation for Research and Archives seperti dilansir dari BBC, ibadah haji pernah 40 kali ditiadakan dengan alasan beragam, mulai dari perang sampai wabah penyakit menular.
Maka pengumuman dari Kerajaan Arab Saudi sesaat meredam berbagai isu yang berkelindan. Meski demikian, kekhawatiran masih terus menggelayut benak umat. Mereka membutuhkan informasi yang jelas dan transparasi data. Pasalnya jumlah dana haji yang terkumpul saat ini sangat besar.
Dengan rekam jejak negara mengelola urusan umat yang acapkali meresahkan, maka wajar jika rakyat membutuhkan kepastian. Karenanya para pihak yang berwenang dan elemen terkait yang bertanggung jawab, hendaknya duduk bersama, dan menyampaikan secara terbuka, mengurai sengkarut spekulasi yang beredar simpang siur di tengah masyarakat.
Ternyata tidak mudah mengurusi ibadah haji. Dibutuhkan sistem yang apik dan tertata rapi untuk memastikan keberlangsungannya. Sedangkan dunia yang berpijak di atas sekularisme, selalu menafikan peran Allah dalam kehidupan sehari-hari, terlihat gamang mengurusi perkara ibadah. Maka tak heran, pada akhirnya tidak mampu mengakomodir perjalanan haji.
Sementara di sisi lain, pandemi berhasil membuat dunia tak berkutik. Akibat keliru mengantisipasi wabah sejak awal, serta berpaling dari solusi Islam, maka akumulasi masalah pun tak mampu lagi dihindari. Pada gilirannya jamaah haji kembali menelan pil pahit, gagal menjadi tamu Allah untuk yang ke sekian kalinya.