Menyoal Glorifikasi Eks-Napi Pedofilia dan Hilang Arahnya Visi Media Siar
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tengah menjadi sorotan. Masih hangat kasus perundungan dan pelecehan seksual menahun yang dilakukan oleh pegawainya. Kini, glorifikasi mantan narapidana pedofilia yang tayang di sejumlah program televisi swasta, menuai gelombang protes.
Penyambutan kebebasan mantan napi pedofilia SJ bak pahlawan, membuat publik meradang. Ya, alih-alih memboikot mantan narapidana pelaku kejahatan seksual tersebut, media siar justru ramai-ramai mempersilakan SJ muncul di layar televisi. Alhasil, publik pun menilai KPI bersikap toleran dan begitu lunak terhadap pelaku kasus kejahatan seksual tersebut.
Protes keras hingga petisi dari berbagai elemen masyarakat pun mengalir deras. Tidak hanya sejumlah artis papan atas Tanah Air yang menyuarakan kritik tajam ke KPI. Masyarakat pun ramai menandatangani petisi di laman Change.org dengan tajuk “Boikot Saipul Jamil Mantan Narapidana Pedofilia Tampil di Televisi Nasional dan YouTube”. Petisi ini bahkan menjadi menjadi salah satu petisi paling banyak ditandatangani di Change.org dengan capaian 500 ribu tanda tangan. (liputan6.com, 8/9/2021).
Sementara itu, kontra dengan glorifikasi penyambutan kebebasan SJ. Kasus perundungan dan pelecehan seksual menahun, yang menimpa salah satu pegawai KPI, justru baru diproses setelah muncul desakan kuat dari publik. Terbaru, tidak hanya dilaporkan balik oleh terduga pelaku. MS, terduga korban perundungan dan pelecehan seksual di KPI, juga disebut mendapatkan tekanan untuk membuat dan menandatangani kesepakatan damai dengan para terduga pelaku yang difasilitasi oleh KPI. (CNNIndonesia.com, 9/9/2021).
Tak ayal lagi, publik pun makin pesimis. Harapan untuk terbebas dari beragam konten visual seperti SJ di layar kaca pun kian menipis. Mirisnya, SJ hanyalah sedikit dari artis yang namanya justru makin melambung karena kasus asusilanya. Sederet nama artis seperti Ariel Noah, Luna Maya, Cut Tari, dan Vanessa Angel malah sudah lebih dulu eksis sebab kasus asusila.
Dalam naungan kapitalisme-sekularisme, menjadi rahasia publik bahwa media siar dikuasai oleh korporasi yang menganut asas untung-rugi. Demi pundi-pundi cuan, visi media siar untuk menyebarkan nilai-nilai luhur pun terkubur. Demi mengejar rating dan profit, konten sampah tak bermutu pun terus diproduksi. Tidak peduli lagi jika pesan yang terkandung di dalamnya, menimbulkan petaka bagi generasi.
KPI pun seolah tak bergigi menghadang keinginan korporasi. Gelombang protes masyarakat terhadap tayangan tak bermutu pun kerap tebang pilih untuk ditindaklanjuti. Padahal, beragam konten sampah inilah yang tak layak disiarkan dan membahayakan generasi.
Di sisi lain, alih-alih untuk menyebarkan nilai-nilai luhur, media komunikasi massa baik cetak maupun elektronik, justru menjadi pilar penyokong penyebaran ide kebebasan ala sekularisme. Role model-nya tentu saja para pemuja kebebasan berekspresi, yakni para figur publik seperti artis dan selebritas.
Sementara di garda terdepan, media massa berperan mengekspose dan memvisualisasi segala bentuk kebebasan berekspresi para figur publik tersebut. Tujuannya untuk menggiring publik, agar menerima segala bentuk kebebasan ala sekularisme, yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam.
Peran media massa sekuler dalam menyuntikkan ide kebebasan dalam benak umat ini, jelas tidak terlepas dari kepentingan idelogisnya. Sebab media massa sekuler merupakan mesin propaganda untuk mencitra-burukan dan mencederai syariat Islam. Tujuannya jelas untuk mengokohkan hegemoni kapitalis global, serta menjauhkan umat Islam dari syariat dan menggantinya dengan aturan buatan Barat. Inilah agenda besar kapitalis global di balik hingar-bingar media siar, yang patut diwaspadai oleh umat Islam.
Mustahil mengembalikan visi media massa yang luhur dalam naungan kapitalisme-sekularisme. Untuk itu, umat tidak hanya butuh sistem alternatif yang mampu mengembalikan visi mulia media massa, tetapi juga mampu menjaga akidah dan fitrahnya. Sistem ini tidak lain adalah sistem Islam yang paripurna.