Eropa Terancam Krisis Energi
Jakarta (SI Online) – Negara-negara Eropa kini tengah dibayangi krisis Energi. Pasokan bahan bakar terbatas, harga dasar Energi naik dua kali lipat karena ekonomi memburuk akibat pandemic Covid-19, dan ditambah musim dingin yang akan segera tiba, menyebabkan kebutuhan Energi semakin melonjak tajam, sementara pendapatan masyarakat menurun.
Diberitakan CNBC 6 Oktober, pada akhirnya krisis energi kini menyerang Eropa. Hal ini membuat sejumlah negara membunyikan alarm peringatan. Prancis dan Spanyol bermitra untuk mendesak Brussel, pusat pemerintahan Uni Eropa (UE) turun tangan. UE diminta menyelesaikan masalah kenaikan harga gas mengingat dampaknya ke meroketnya tagihan listrik konsumen yang berujung inflasi.
Melansir DW, 29 September 2021, beberapa negara Eropa, seperti Spanyol, menerapkan langkah-langkah darurat seperti pembatasan harga listrik dan gas. Tujuannya, untuk memperlambat kenaikan harga saat ini dan menghindari dampak sosial dan politik yang kemungkinan timbul jika harga naik tidak terkendali.
Apa penyebab krisis energi di Eropa? Harga energi grosir, atau harga yang dibayar oleh perusahaan energi, mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat tahun ini karena berbagai alasan. Salah satunya, pemulihan ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan setelah sejumlah negara melonggarkan pembatasan sosial untuk mencegah penularan Covid-19. Faktor lain yang turut mendorong terjadinya krisis energi Eropa adalah pasokan bahan bakar fosil yang terbatas.
Rusia, misalnya, menjual gas dalam jumlah terbatas kepada pelanggan mereka di Eropa. Beberapa pengamat bahkan menyebut bahwa strategi ini dimaksudkan untuk mempercepat persetujuan pipa gas Nord Stream 2 oleh regulator pasar Uni Eropa. Pada saat yang sama, beberapa infrastruktur energi sedang diperbarui tahun ini, namun mengalami kendala karena pandemi Covid-19 yang merebak.
Selain itu, ada faktor tambahan yang menambah tekanan, seperti terputusnya kabel listrik antara Inggris dan Perancis karena kebakaran. Banyaknya pemadaman listrik disebabkan oleh kondisi iklim ekstrem. Krisis energi juga didorong oleh serangkaian kondisi cuaca yang berlangsung sejak tahun lalu, dan menyebabkan kebutuhan energi di berbagai sektor melonjak.
Faktor cuaca, Jean-Baptiste Dubreuil, analis gas alam senior di Badan Energi Internasional (IEA), mengatakan, tren cuaca global yang dimulai sejak tahun lalu telah meningkatkan kebutuhan gas untuk berbagai kebutuhan, terutama rumah tangga.
“Di Eropa, musim dingin berlangsung hampir sampai Mei dengan suhu lebih dingin dari rata-rata. Selain itu, kami mencatat cuaca dingin pada Januari dan Februari di Asia, Eropa, dan Amerika Utara, yang secara tajam meningkatkan kebutuhan gas untuk pemanas dan pembangkit listrik,” kata dia.
Kekurangan pasokan energi berlanjut hingga musim panas tahun ini, karena gelombang panas ditambah dengan kekeringan. Hal itu memberi tekanan pada sistem kelistrikan di Amerika Serikat, Brasil, China, dan kawasan Mediterania. Gelombang panas tersebut kemudian meningkatkan permintaan listrik untuk AC. Sedangkan kekeringan menurunkan tenaga air, sehingga mendorong perusahaan energi untuk menggunakan bahan bakar fosil.
Cadangan gas yang dimiliki Eropa saat ini 15 persen-18 persen lebih rendah dari tahun lalu. Tagihan listrik dan gas bakal membengkak. Dari Euronews, Jumat (1/10/2021), konsumen yang tidak memiliki kontrak harga tetap untuk pemanas dan listrik kemungkinan akan merasakan kenaikan tagihan listrik dan gas.