Pemerintah Harus Serius Tangani Krisis Iklim
Jakarta (SI Online) – Merusak dan tidak menjaga lingkungan adalah perbuatan haram. Merusak itu menimbulkan keburukan tiada bertepi serta merusak masa depan generasi yang akan datang.
“Beragama harus direfleksikan dalam tindakan tidak merusak dan menjaga lingkungan, karena hal itu tidak dilakukan, kita telah abai pada nilai keagamaan kita. Menjaga dan memelihara lingkungan adalah jihad yang mulia” ujar Hening Parlan, Kepala Divisi Lingkungan Hidup, Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah yang sekaligus founding partner GreenFaith International-Asia, Ahad (17/10).
Faiths for Climate Justice merupakan gerakan mobilisasi global umat beragama yang diorganisir oleh GreenFaith International Network yaitu aliansi multi-agama dari berbagai organisasi keagamaan akar rumput di Afrika, Amerika, Asia, Australia, dan Eropa.
Ini merupakan aksi iklim multi-agama terbesar yang pernah ada dan diselenggarakan dua minggu sebelum COP26 untuk menunjukkan protes keras dari berbagai komunitas agama di dunia atas kurangnya keseriusan dari berbagai pemerintahan dunia dalam komitmen serta program nyata untuk penanggulangan krisis iklim hingga saat ini. Sementara kondisi bumi sudah semakin mengenaskan dan hasil laporan terakhir dari IPCC pada bulan Agustus lalu telah membuktikan hal tersebut yang disebut dengan istilah “Code Red for Humanity.”
Aksi ini diselenggarakan di seluruh dunia untuk menyuarakan tuntutan yang dibuat oleh umat berbagai agama dari tingkat akar rumput, yang mencakup segera diakhirinya proyek bahan bakar fosil baru (minyak bumi, gas, batubara, dst), deforestasi hutan tropis, serta pembiayaan terkait; adanya akses universal terhadap energi bersih terbarukan untuk semua; perlunya kebijakan yang menciptakan lapangan kerja ramah lingkungan, meningkatnya pengembangan energi terbarukan, serta terbangunnya proses transisi yang adil bagi para pekerja dan masyarakat yang terkena dampak dari perubahan iklim; perlunya dukungan untuk kaum migran korban dari krisis iklim; serta dibutuh mekanisme reparation (ganti-rugi) dari negara-negara bekas penjajah serta berbagai industri yang bertanggung jawab atas bagian terbesar dari emisi gas rumah kaca dalam sejarah dunia.
Lebih dari 200 pemuka agama tingkat tinggi dan 50 kelompok/institusi keagamaan yang mewakili lebih dari 50 juta anggota telah menandatangani tuntutan ini. Sampai hari ini lebih dari 420 aksi yang telah terdaftar untuk dilaksanakan lebih dari 43 negara di dunia.
Di Jakarta, 17 Oktober 2021, di dekat pusat pemerintahan, di depan Masjid Istiqlal dan Gereja Katolik Katedral sejumlah perwakilan dari umat Muslim dan Katolik membentangkan spanduk yang menyuarakan Stop Merusak Ciptaan Tuhan, pentingnya Pendidikan Lingkungan untuk Anak demi menyelamatkan masa depan, dihentikannya penggunaan batu bara, dan penyelamatan hutan. Dari kawasan tersebut mereka melakukan aksi yang sama di Gereja Katolik Santa Theresia dan Kantor Pusat PP Muhammadiyah.
“Agama kita mengajarkan kita untuk menjaga bumi sebagai tempat beribadah bagi semua orang. Namun pemerintah, lembaga keuangan, dan perusahaan besar justru menghancurkan masa depan kami. Maka ini harus dihentikan,” kata Nashir Efendi, Ketua Nasional Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
Red: Agusdin/muhammadiyah.or.id