Wakil Ketua KPK: 86 Persen Koruptor Alumni Perguruan Tinggi
Jember (SI Online) – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengungkapkan, 86 persen koruptor yang ditangkap lembaga antirasuah itu berasal dari alumni perguruan tinggi. Bahkan di atas S-1.
“Ada data yang menunjukkan 86 persen koruptor yang ditangkap KPK adalah lulusan perguruan tinggi, tentu itu ironis sekali,” kata Nurul Ghufron dalam kuliah umum di Universitas Jember (Unej), Jawa Timur, Jumat (22/10/2021).
Ia menegaskan kembali pentingnya menjaga integritas dan marwah dunia pendidikan, termasuk kampus sebagai lembaga yang mencetak intelektual. Jika dunia pendidikan gagal mencetak lulusan yang berintegritas, potensi tindak pidana korupsi akan terus muncul.
Oleh karena itu, lanjut dia, perguruan tinggi wajib mencetak lulusan yang berintegritas. Untuk membentuk jiwa integritas tersebut, dapat dicapai dengan tiga langkah, yakni memperbaiki tata nilai, tata kelola, dan tata kesejahteraan.
“Pada sisi tata nilai, dunia pendidikan sangat berperan. Nilai-nilai kejujuran harus diajarkan sedari dini kepada anak didik,” ucap mantan Dekan Fakultas Hukum Unej itu.
Ia menjelaskan bahwa program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) yang kini digalakkan Mendikbud jangan hanya ditekankan pada link and match dengan industri semata. Selain itu, juga harus pada usaha bagaimana agar lulusan perguruan tinggi menjadi kader-kader antikorupsi.
“Oleh karena itu, KPK bekerja sama dengan dunia perguruan tinggi, seperti dengan Unej. Kami juga membangun sistem tata kelola yang baik dan bersinergi dengan lembaga lain guna merumuskan tata kesejahteraan yang adil berlandaskan profesionalisme,” katanya.
Dosen Unej yang biasa dipanggil Ghufron itu mengingatkan keluarga besar Universitas Jember agar tetap mewaspadai potensi tindak pidana korupsi yang bisa muncul di mana saja, termasuk di dunia pendidikan.
Pria asli Madura itu lantas memaparkan data dari Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) KPK tahun 2020 dan ternyata 80 persen orang tua siswa memberikan hadiah bagi guru setelah proses kenaikan kelas di sekolah. Begitu pula, pada saat mahasiswa ujian akhir, mahasiswa membawa konsumsi bagi dosen penguji.
“Itu kebiasaan yang jika dibiarkan bakal menjadi budaya gratifikasi yang tergolong korupsi walau mungkin niatnya untuk berterima kasih. Saat saya menjadi Dekan Fakultas Hukum Unej, kebiasaan itu saya larang,” ujarnya.
sumber: ANTARA