Bermimpi Otoriterisme Mukidi di Negeri Wakanda
Pilar-pilar otoritarianisme itu terasa semakin kuat mencengkeram tanah air ibu pertiwi di negeri Wakanda, setelah Mukidi memenangkan pertarungan Pilpres di periode kedua dengan menumbangkan Subowo-Bandi.
Berawal dari Pilpres yang disebut kontroversial, dikarenakan disebut sebagai “The Elections of Fraud”. Meski, hingga mengantarkannya ke pengadilan Makamah Konstitusi, Subowo-Bandi tetap saja tersingkir.
Tetapi, sesuatu yang sukar dimengerti justru kemudian bergabungnya Subowo dan Bandi ke kabinet Mukidi.
Jika itu dianggap sebagai upaya adanya asa terjadinya rekonsiliasi rakyat, faktanya tak ada dampak positif yang signifikan.
Justru, yang jelas di pelupuk mata, adalah terjadinya rekonsiliasi antar elit politis bak politik “ kaca mata kuda” atau sebaliknya “belah bambu” bagi rakyat: hanya membuktikan semakin menggemukkan kelembagaan koalisi partai-partai yang sudah berkuasa, menjadi sangat berkuasa.
Dari sinilah DPR Wakanda koalisi gemuk jadi tumpul menyuarakan aspirasi rakyat, terkatup oleh “hubungan mesra” akibat perselingkuhannya dengan rezim penguasa, Mukidi. Situasi Parlemen seperti ini hasilnya terbukti sungguh sangat mengerikan.
Dua RUU penting dan strategis bagi penyelenggaraan negara dan SDA yang berkelanjutan, good governance, bersih, berwibawa dalam ranah penegakkan hukum, anti korupsi, seperti RUU Omnibus Law dan RUU KPK sebagai suatu keniscayaan yang akan menjadi ancaman, aral dan bahaya bagi kesinambungan kehidupan berbangsa dan bernegara di Wakanda malah amat dengan mudah diundangkan kemudian diratifikasi.
Koalisi gemuk itu menjadi jalan baru bagi konspirasi baru membuka pintu pandora “A Buisness State” pengelolaan negara seolah menjadi ladang bisnis dengan kepentingan utama pada kepentingan “By Project Order”.
Dampak semakin mengerikan menimbulkan efek domino yang sudah ditandai semakin melemahnya juga lembaga tinggi lainnya di lembaga Yudikatif Wakanda, yang justru diharapkan mampu menjaga tetap tegaknya supremasi hukum.
MA dan Kejaksaan Agung bahkan juga turut tergerus seolah men-“subcribe” dan hanya menjadi “follower” untuk melegalisasi secara hukum kepentingan mereka.
Semakin sempurnalah otoriterisme lembaga tinggi Kepresidenan Mukidi di Wakanda, sebagai rezim penguasa otoriter.