Prihatin Kegaduhan Pra Muktamar NU di Lampung
Ada dua hal yang melatarbelakangi munculnya keprihatinan saya kali ini dan beberapa kawan yang sependapat tentunya. Yaitu munculnya video ancaman terhadap Rais Aam PBNU, yang datangnya dari pihak pro Ketua Umum PBNU, dibalas dengan ancaman berupa ultimatum tertulis yang diviralkan lewat dunia medsos agar pengancam terhadap Rais Aam itu bertobat dan minta maaf, jika tidak ingin menghadapi kelompok pro Rais Aam.
Secara spontan, saya mendapat pertanyaan dari beberapa kalangan masyarakat awam, “Apakah saat ini NU sedang dalam keadaan baik-baik saja, atau sedang gaduh di internal?”
Sebuah pertanyaan yang cukup sulit dijawab, namun sulit juga dihindari, karena kasus ancaman video dibalas ancaman meme bertuliskan ultimatum itu, keduanya sama-sama viral di dunia maya.
Ditambah lagi munculnya video Gus Ipul di akun-akun medsos, yang isinya berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam kegaduhan pra muktamar NU.
Namun upaya itu justru semakin menguak betapa nyata terjadinya keributan dalam internal PBNU yang ditengarai akibat perebutan jabatan struktural.
Muktamar Maju Mundur
Terbaca oleh awwam bahwa pihak Rais Aam menghendaki Muktamar NU dimajukan, tentu dengan berbagai alasan yang diyakini kebenarannya oleh pihak yang pro Rais Aam. Sedangkan pihak Ketua Umum Tanfidziyah menghendaki Muktamar NU ditunda dengan alasan yang diyakini kebenarannya oleh kalangan pro Tanfidziyah.
Tradisi Tabayyun
Dulu, saya pernah menyikapi secara tertulis suatu kejadian yang menurut saya sebagai ‘huru-hara’ di dalam tubuh NU. Tapi sikap saya tersebut dikritik oleh salah satu anggota jajaran Rais Aam di kala itu, “Jangan disampaikan di depan publik, tapi datangilah secara baik-baik pihak yang berseberangan paham dan adakan tabayyun terlebih dahulu sebelum menjustifikasi suatu kejadian!”.
Dengan kejadian saling ancam antara kubu yang pro Rais Aam dan kubu yang pro Ketua Umum dan viral di dunia medsos, saya jadi paham bahwa budaya tabayyun dalam tubuh NU sepertinya sudah mulai luntur terutama di masa pra Muktamar NU saat ini, apalagi tradisi bertawadhu’.