Tuhan Kita Bukan Orang Arab
Ucapan orang yang dangkal dalam memahami keagamaan adalah seperti ini “Tuhan kita bukan orang Arab”. Dari sisi dan perspektif apapun ucapan ini tidak benar. Analogi Tuhan dengan “orang” ya tidak pas. Di samping semua juga tahu bahwa Tuhan itu tidak bersuku dan berbangsa-bangsa.
Adalah tokoh asal jeplak Jenderal Dudung Abdurachman, KSAD baru yang mengungkapkannya. Sebelumnya pernah menyatakan bahwa semua agama sama di hadapan Tuhan. Darimana pak Jenderal tahu tentang pandangan atau sikap Tuhan? Jenderal ini sering nyerempet agama tetapi tanpa basis keilmuan.
Netizen berujar sebaiknya Dudung fokus pada bidang kerjanya saja sebagai Komandan Tentara yang harus membasmi kaum separatis seperti KKB Papua. Mereka radikalis dan teroris berbahaya. Sayang untuk inipun ternyata ucapannya kacau. Menurut Dudung KKB itu adalah saudara yang harus dirangkul.
Doa simpel berbahasa Indonesia sebenarnya tidak salah-salah amat jika kemampuannya cuma yang simpel-simpel itu. “Kalau saya berdoa setelah sholat doa saya simpel aja, ya Tuhan pakai bahasa Indonesia aja, karena Tuhan kita bukan orang Arab”. Tak perlu kaitkan dengan Arab. Jika memiliki kemampuan doa sebagaimana dalam Al-Qur’an dan Al Hadits maka hal itu jauh lebih baik.
Anak TK saja sudah terbiasa belajar doa bahasa Arab. Doa makan, doa tidur, doa bangun atau mendoakan orang tua sebagaimana di ajarkan Nabi. Tidak perlu meyakini dulu bahwa Tuhan itu orang Arab. Ah Dudung ini ada-ada saja. Menurut Dudung lagi, “saya pakai bahasa Indonesia, ya Tuhan ya Allah saya ingin membantu orang, saya ingin menolong orang itu saja doa nya, itu saja”.
Ironi doa satu-satunya yaitu ingin membantu orang, ingin menolong orang, eh Dudung berdiri bangga berpose memfitnah anggota laskar FPI yang dianiaya dan dibunuh brutal. Lalu menolong siapa, membantu siapa ?
Jadi teringat doa Abu Nawas yang berstrategi atau mengakali Tuhan. Dengan bahasa “menolong dan membantu ibu”.
Abu Nawas berdoa ingin mendapat jodoh wanita cantik dan sholehah. Dengan khusyu ia minta kepada Allah agar wanita cantik pujaannya menjadi jodohnya. Namanya disebut, keshalehannya juga. Namun lama belum juga dikabulkan. Lalu ia mengubah doa dengan kepasrahan tinggi agar diberi istri yang terbaik menurut Allah bagi dirinya. Belum juga kabul.
Strategi doa diubah yaitu tidak untuk kepentingan dirinya lagi, tetapi dalam rangka menolong dan membantu orang. Doanya agar ibunya diberi menantu. Abu Nawas mencoba mengakali agar ibunya diberi menantu yang dapat menolong dan membantu.
“Ya Allah kini aku tidak lagi minta untuk diriku, aku hanya minta wanita sebagai menantu ibuku yang sudah tua dan perlu dibantu, saya sangat mencintai, sekali lagi berilah ia menantu”.
Entah dikabul entah tidak doa dengan strategi atau akal-akalan seperti ini.
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 2 Desember 2021