Skandal Gorden DPR RI, Bukti Bobroknya Demokrasi
Ngeri, jika melihat realita perilaku wakil rakyat hari ini. Ada saja kontrovesi yang dibuat, dan mengejutkan rakyat.
Bagaimana tidak? Anggaran pengadaan gorden DPR berusia tujuh tahun yang sudah usang, dinilai boros. Dan hanya akal-akalan para elite politik demi mendulang keuntungan pribadi. Meski banyak pihak yang belum mengetahui dan menentang dalam pengadaannya, proyek ini terus berjalan (nasional.sindonews.com, 10/05/2022).
Dinilai boros, sebab sejak awal DPR mengeluarkan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang mencapai Rp45,7 miliar dari tersedianya anggaran sebesar Rp48,7 miliar bukanlah nominal yang kecil. Jika dihitung untuk 505 rumah dinas, maka sekitar Rp96 juta untuk satu set gorden di satu rumah. Harga yang mahal bukan? Sedangkan masih banyak proyek yang menyangkut hajat publik yang belum teralisasi.
Dinilai akal-akalan para elite politik, karena banyak kejanggalan dalam proses pemilihan pemenang tender. PT Bertiga Mitra Solusi sebagai pemenang tender merupakan pihak yang mengajukan penawaran tertinggi, yaitu sebesar Rp43,5 miliar. Mengalahkan dua pesaing lainnya yaitu PT Sultan Sukses Mandiri (Rp37,7 miliar) dan PT Panderman Jaya (Rp42,1 miliar) yang justru menawarkan dengan harga lebih murah (idntimes.com, 11/05/2022). Padahal seharusnya pemenang tender adalah yang menawarkan harga termurah dengan kualitas terbaik.
Anehnya lagi, dikutip dari news.detik.com (08/05/2022) PT Bertiga Mitra Solusi yang dianggap paling memenuhi syarat administrasi, justru belum pernah menangani proyek pengadaan Interior seperti Gorden DPR ini. Dan lebih banyak bergerak di bidang Informasi Teknologi (IT). Kejanggalan lain juga ditemukan pada website pemenang tender justru baru teregistrasi menjelang pengadaan tender, tercatat baru terdaftar pada 25 Maret 2022 dalam satu tahun pengunaan (idntimes.com, 11/05/2022).
Skandal gorden ini, hanyalah salah satu riwayat proyek boros DPR ditahun ini yang sarat aroma korupsi. Banyak proyek lain dengan dana fantastis pada RJS (Rumah Jabatan Anggota) DPR RI di tahun 2022. Seperti Pemeliharaan Kontrak service RJA DPR RI di Ulujami yang menghabiskan anggaran Rp3,1 miliar. Ada lagi proyek pemeliharaan kontrak service RJS DPR RI Kalibata yang menghabiskan Rp29,9 miliar (populis.id, 11/05/2022).
Padahal untuk pembiayaan yang ada, diambil dari dana APBN. Sedangkan dana APBN sumber utamanya adalah pajak rakyat. Jadi siapa yang menikmati keringat rakyat? justru para pejabat yang mengatasnamakan rakyat. Disisi lain, rakyat tetap sengsara banting tulang, agar bisa hidup di sistem kapitalisme yang serba mahal.
Inilah bobroknya sistem demokrasi sekuler kapitalisme yang mengejar kebahagiaan materi. Yang katanya dari, oleh, dan untuk rakyat justru lebih kejam. Mengatasnamakan rakyat demi keuntungan segelintir pihak. Korupsi menjadi borok yang tak bisa ditutupi dalam sistem hari ini. Meski sudah banyak peraturan seperti Perpres Nomor 12 tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintahan yang harus transparan dan akuntabilitas, seolah tak diindahkan. Yang ada, lobi-lobi politik semata.
Sungguh, justru demokrasi yang menyuburkan praktik korupsi. Sejak awal pencalonan, banyak pihak yang mencari kekuasaan demi keuntungan, bukan untuk memenuhi amanat rakyat. Sanksi yang tidak tegas menambah deret panjang tak terselesaikan kasus korupsi. Pelemahan KPK sesuatu yang wajar terjadi, karena siapapun yang tak sejalan dengan mudah akan disingkirkan. []
Muthiah Raihana, Praktisi Pendidikan di Malang.