Waspada! Islamofobia Sistemik
Islamofobia menjadi fenomena yang tiada habisnya kita bahas hingga hari ini. Bak untaian mata rantai yang panjang. Setelah mencuat satu kasus ke permukaan, bersambung dengan kasus-kasus lainnya tanpa ada satupun penyelesaian.
Seperti yang baru terjadi misalnya, sekali lagi kaum muslimin terluka hatinya sebab Nabiyullah yang mulia Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali dihina oleh mulut kotor pembenci Islam. Ialah politisi India, Nupur Sharma. Ia telah membuat pernyataan kontroversial terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memicu kemarahan kaum muslimin dari berbagai negeri. Sebut saja UEA, Qatar, Bahrain, dan negeri-negeri kaum muslimin lainnya (Republika, 10/6/2022).
Bukan kali pertama India bersinggungan dengan kaum muslimin. Beberapa waktu lalu, yang sempat ramai di media sosial juga adalah berkaitan dengan perjuangan Muskaan Khan. Telah kita ketahui bersama atas perjuangannya yang heroik dan berani dalam mempertahankan jilbabnya di tengah diskriminasi yang ada.
Itu hanya sekelumit kisah dari banyaknya peristiwa serupa yang ada. Meski Islamofobia sudah demikian nyata adanya, namun demikian sentimen ini tetap subur dipupuk di tengah-tengah komunitas non muslim maupun kaum muslimin sendiri.
Tentu masih hangat di ingatan kita terkait penangkapan mahasiswa UB berinisial IA atas dugaan melakukan penggalangan dana untuk ISIS (Tribunnews, 25/5/2022). Tidak berselang lama, secara tiba-tiba bagai petir menyambar di siang bolong, ramai soal konvoi khilafah oleh sebuah jamaah bernama Khilafatul Muslimin. jamaah ini menjadi viral karena aksinya yang melakukan konvoi akhir Mei lalu di daerah Cawang, Jakarta Timur (Kompas.com, 11/6/2022). Agak mengejutkan mengetahui bahwa jamaah ini belum pernah terdengar sebelumnya dan dengan begitu mencolok melakukan konvoi soal khilafah. Seolah memang untuk membangun opini bahwa negeri kita darurat ancaman khilafah.
Kita tidak sedang membahas apakah IA memang berafiliasi dengan ISIS dan melakukan penggalangan dana. Ataupun asal muasal dan seluk beluk jamaah Khilafatul Muslimin dengan berita yang tengah beredar soal perjuangannya menegakkan khilafah. Tapi yang akan kita sorot adalah bagaimana kedua fenomena ini dengan jelas bisa terbaca ujungnya.
Dengan belajar dari peristiwa yang sudah-sudah, nampak jelas bahwa peristiwa semacam ini akan selalu berujung pada pengarusan opini bahwa negeri kita memang sedang berada dalam ancaman radikalisme. Berbicara soal kampus, pasti akan diminta memetakan kembali potensi ancaman terorisme dan radikalisme pada setiap civitasnya, terutama mahasiswa. Pun juga masyarakat akan diminta berhati-hati pada adanya ide khilafah di tengah-tengah mereka. Sadar ataupun tidak, ini semua akan bermuara pada ketakutan akan hukum Islam, Islamofobia, syari’ah phobia, dan khilafah phobia. Lantas dengan mengatasnamakan deradikalisasi, kemudian membenarkan moderasi beragama, dan semakin menjauhkan kaum muslimin dari ajaran-ajaran Islam.
Monsterisasi khilafah bukan sesuatu yang baru bagi kita. Padahal telah jelas adanya bahwa khilafah adalah ajaran Islam. Inilah sistem yang akan menerapkan seluruh hukum Islam tanpa terkecuali dan mengemban dakwah keluar negeri. Dari sisi historis pun, sistem ini telah menorehkan tinta emas sejarah sepanjang perjalanan peradaban manusia. Peradaban Islam pernah berjaya hingga bertahan 1300 tahun lamanya. Tiada menghasilkan apapun selain kesejahteraan, kemakmuran, dan kemuliaan umat manusia.
Adanya arus Islamofobia yang sengaja diaruskan ini tidak terlepas dari agenda Barat dalam memusuhi Islam. Masih tertancap kuat dalam ingatan kita bagaimana proyek permusuhan terhadap Islam ini mulai terang-terangan muncul ketika “War on Terrorism” digaungkan oleh Presiden Amerika ke-43 George W. Bush. Lantas kemudian semakin meruncing kepada “War on Radicalism” oleh Donald Trump. Proyek ini lalu diteruskan oleh penguasa boneka di negeri-negeri kaum muslimin.
Para peneliti Barat pun memahami bahwa kebangkitan Islam adalah kenyataan yang tak terbantahkan. Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat NIC (National Intelligence Council), pada Desember 2004 merilis laporan dalam bentuk dokumen yang berjudul “Mapping the Global Future”. Laporan tersebut berisi analisa mereka tentang empat hal yang akan terjadi di tahun 2020, yang salah satunya yakni “A New Caliphate: Kebangkitan kembali Khilafah Islam, pemerintahan Islam secara global yang akan melawan dan menjadi tantangan nilai-nilai Barat”.
Diakui maupun tidak, ketakutan Barat semakin besar seiring dengan merebaknya aroma harum dari tanda-tanda kebangkitan Islam. Maka mereka melakukan berbagai cara untuk membendung tegaknya Islam dan berusaha mati-matian melanggengkan ideologi kapitalismenya. Termasuk menanamkan Islamofobia di tengah non muslim maupun kaum muslimin sendiri. Terlebih di tengah pemuda yang akan menyongsong peradaban ke depan, penentu wajah dunia masa mendatang.