Kelaparan Berulang di Tanah Berlimpah Emas, Apa yang Salah?
Berita sendu datang dari tanah emas Papua, empat orang warga Distrik Kuyuwage di Kabupaten Lanny Jaya, Papua, dikabarkan meninggal dunia akibat kelaparan. Diketahui selama satu bulan terakhir warga di kabupaten tersebut mengalami gagal panen. Cuaca dingin yang memicu kekeringan diduga sebagai penyebabnya. 548 warga lainnya terdampak cuaca ekstrem berupa embun es yang menyebabkan perkebunan warga rusak. (CNNIndonesia.com, 4/8/2022).
Mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, Natalius Pigai, menilai bahwa warga di Kabupaten Lanny Jaya berujung kelaparan disebabkan pemerintah setempat sibuk mengurusi Otonomi Khusus dan pemekaran daerah baru (DOB).
Ia mengunggah video dalam akun Twitter pribadinya @NataliusPigai2 dan menyebut itu adalah potret warga Lanny Jaya yang kelaparan. Ia kukuh bahwa akibat kelaparan itu adalah kurangnya perhatian dari pemerintah setempat, bukan karena sekadar kekeringan.
Pihak pemerintah setempat pun membantah kabar tersebut, Juru Bicara Pemprov Papua, Muhammad Rifai, mengatakan protet kekeringan di Lanny Jaya karena cuaca ekstrem. Rifai juga mengklaim pihaknya dan pemerintah setempat tengah mendampingi warga. Pihaknya juga sudah memberikan bantuan terhadap warga yang terdampak.
Dari kasus yang terjadi, publik harus mengetahui bahwa bencana kelaparan yang menimpa daerah Papua pegunungan kerap kali berulang dan terus terjadi. Kompas.id, 6/8/2022, mencatat pada Agustus 1982, ribuan orang kelaparan dan 18 diantaranya meninggal di Desa Kuyuwage I dan Kuyuwage II. Kasus serupa pun berlanjut di tahun sesudahnya, saat tahun 1984, 1986, Oktober 1997 hingga tahun-tahun berikutnya. Sepanjang tahun terus terjadi kasus yang serupa tanpa ada solusi dari penguasa.
Bagaimana mungkin daerah kaya dengan tambang emas yang besar, tetapi faktanya justru banyak rakyat yang mengalami kelaparan padahal kekayaan bumi sangat melimpah. Kelaparan yang terjadi berulang kali hingga menyebabkan kematian di Lanny Jaya kali ini sudah seharusnya menjadi momen evaluasi bahwa ketahanan pangan yang hanya didasarkan angka-angka produksi beras secara nasional merupakan pendekatan yang keliru.
Dari fakta ini menunjukan, bagaimana sistem kapitalisme telah seutuhnya gagal dalam mengatur ketahanan pangan. Sistem kapitalisme adalah ide yang hanya berorientasi pada capaian materi tanpa memastikan tiap-tiap individu mendapatkan kesejahteraan mereka. Sebab, kapitalisme hanya menjamin kesejahteraan individu bukan masyarakat. Alhasil, penguasa dalam sistem ini hanya mencukupkan kebutuhan pokok warga berdasarkan angka-angka produksi beras secara nasional.
Kasus kekurangan gizi hingga busung lapar yang berujung kematian hanya akan mendapat perhatian ketika kasus tersebut sudah mencuat ke permukaan publik. Sungguh menjadi ironi di tanah Papua, sekalipun kaya akan tambang emasnya, tetapi infrastuktur sangat minim. Kondisi ini turut andil menjadi salah satu yang memperparah krisis pangan di wilayah tersebut. Semua itu disebabkan sistem kapitalisme yang melegalkan SDA dikuasai oleh asing sehingga pembangunan di wilayah Papua tidak merata.
Tentu saja hal yang demikian tidak akan terjadi jika umat manusia diatur dalam sistem kepemimpinan berbasis Islam. Rasulullah Saw pernah bersabda, “Penduduk kampung mana pun, ketika pagi ada diantara mereka satu orang kelaparan, maka benar-benar telah lepas dari mereka perlindungan Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi.” (HR. Ahmad dari Ibnu Umar). Hadis ini berupa ikhbar yang berisi thalab (tuntutan) dengan disertai dzam (celaan) yang menunjukkan hukum fardlu (wajib) bagi kaum muslimin.
Islam menegaskan bahwa tanggung jawab dalam pengurusan segala urusan rakyat dan pemenuhan kebutuhan asasi rakyat ada di pundak seorang penguasa yang menerapkan sistem Islam secara kafah. Penguasa sebagai pengemban hukum syariat akan memastikan setiap individu di wilayah kekuasaan Islam akan terpenuhi kebutuhan pangan dan kesejahteraannya.
Sejatinya, untuk mewujudkan ketahanan pangan, penguasa akan sangat memperhatikan sektor pertanian, menghitung kebutuhan pangan nasional sehingga akan memetakan daerah mana yang berpotensi sebagai wilayah pertanian.