Presiden Jokowi Singgung Politik Identitas, Kiai Muhyiddin: Islamofobia, Bertentangan dengan Resolusi PBB
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Periode 2015-2010 KH Muhyiddin Junaidi menanggapi pernyataan Presiden Jokowi yang mengingatkan agar tak ada lagi politik identitas pada Pemilu 2024 nanti.
Kiai Muhyiddin mengatakan, pernyataan itu merupakan bukti nyata bagian dari gerakan Islamofobia yang oleh PBB secara resmi telah dilarang dan harus dilawan. Menurutnya, resolusi PBB tentang peringatan hari dunia anti Islamofobia setiap 13 Maret itu seharusnya diapresiasi oleh umat Islam dunia termasuk para pemimpin negara Muslim termasuk Indonesia.
“Adalah sangat aneh dan disayangkan jika masih ada presiden negara Muslim terbesar masih punya semangat Islamofobia. Itu sangat bertentangan dengan resolusi PBB,” ungkap Kiai Muhyiddin dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (19/08/2022).
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Periode 2020-2025 itu menegaskan, politik identitas merupakan bagian dari pilar demokrasi yang harus dijaga, dirawat dan ditumbuh kembangkan. Ia menegaskan, begitu banyak negara di dunia termasuk benua Eropa masih menerapkan politik identitas.
Apalagi, pada praktiknya, dua tahun sebelum Pilpres pun para calon pemimpin sudah bergerilya secara masif ke pelosok desa dengan menggunakan atribut politik identitas.
Terkait sikap Islamofobia yang ditunjukkan Jokowi, Kiai Muhyiddin mendorong agar GNAI (Gerakan Nasional Anti Islamofobia, red) menyurati presiden dan minta klarifikasi secara komprehensif tentang pernyataan Presiden agar tidak terjadi kesalahpahaman.
“Tata kelola negara yang amburadul juga bagian yang integral dari Islamofobia modern dengan aneka bentuknya,” kata Ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PP Muhammadiyah ini.
Terkait hadirnya agama dalam kehidupan politik, Kiai Muhyiddin mengingatkan bahwa politik harus punya landasan moral agama agar tak menyimpang dari tujuan utama berpolitik yaitu memberikan pelayanan terbaik kepada rakyat dengan penuh pengabdian.
Sebab pemimpin adalah pelayan rakyat sejati. Bukan politik kekuasaan yang menghalalkan segala macam cara untuk meraih tujuan. Sedangkan “democrazy” yang saat ini merajalela di dunia, kata Kiai Muhyiddin, tumbuh subur akibat raibnya nilai moralitas dan etika yang bersumber dari agama.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengingatkan agar tak ada lagi politik identitas dan agama pada Pemilu 2024. Hal ini disampaikan Jokowi saat menyinggung tahapan pemilu yang sedang berproses di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Adapun tahapan Pemilu yang sedang dipersiapkan oleh KPU harus kita dukung sepenuhnya. Saya ingatkan, jangan ada lagi politik identitas. Jangan ada lagi politisasi agama,” tegas Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR 2022 di gedung MPR, Jakarta, Selasa (16/8/2022).
Selain itu, Jokowi mengingatkan agar tak ada lagi polarisasi sosial dalam kontestasi politik. “Jangan ada lagi polarisasi sosial,” sambung Jokowi.
red: farah abdillah