Riwayat Kompas Anti Islam
“Sikap konsisten Kompas yang sejati adalah selalu berlawanan dengan Islam.”
Belakangan semenjak Pemilihan Presiden 9 Juli 2014, bangsa Indonesia terbelah pula dukungan antara pro Prabowo dan Joko Widodo. Polarisasi ini justru mengental sampai menjelang pelantikan Presiden Joko Widodo 20 Oktober 2014 yang akan datang. Koalisi Merah Putih (pendukung Prabowo) yang dikira akan segera bubar dan masing-masing diduga akan ‘merapat’ ke kubu Joko Widodo, ternyata malah semakin kokoh bersatu dan memenangkan pertarungan di DPR, mengalahkan kubu PDI-Joko Widodo dengan meng-goal-kan UU Pilkada dengan mengganti Pilkada langsung dengan diganti dipilih DPRD.
Kubu Prabowo dengan Koalisi Merah Putihnya merepresentasikan sebagai kubu kekuatan kelompok Islam dan kebangsaan. Sementara kubu Joko Widodo menampung aspirasi nasionalis, Kristen-Katolik dan aliran Kiri.
Adalah harian milik missi Katolik, Kompas, dengan sangat spartan menempatkan diri dalam posisi mendukung kubu Joko Widodo. Identik dengan dukungan ini, suara minor bahkan anti kepada aspirasi Islam pun disemprotkan dengan kencang.
Kendati Kompas selama ini dikenal sebagai koran yang selalu mengedepankan bahasa yang halus untuk melancarkan yang terselubung, namun akhir-akhir ini ciri khas Kompas itu hilang sudah. Kini wajah Kompas semakin mengeras dan terang-terangan ‘melawan’ aspirasi Islam.
Atas nama membela kepentingan kubu Joko Widodo Kompas yang menjadi ‘komando’ media massa termasuk hampir semua media elektronika-TV itu, makin berani ‘menyerang’ kepentingan Islam. Bahasa gaya menyindir, yang halus sudah ditinggalkan diganti terang-terangan menyebut berbagai kasus pelecehan seks dilakukan kiai, guru ngaji dan semacamnya.
Dahulu Kompas menyindir pelaku pelacuran dengan menyebut para pelacur di Batam dengan nama samaran: Sitti Fatimah, Ummi Khalsoum. Pertanyaannya mengapa tidak disebutkan dengan nama samaran orang Kristen misalnya: Deborah, Fransisca, Agnes? Mereka sengaja mendiskreditkan Islam dengan pemberitaan itu.
Riwayat harian Kompas yang anti kepada Islam, catatan faktual yang bisa diungkapkan niscaya sangat panjang. Ingat saja pada 1990 peristiwa penghinaan tabloid Monitor—terbitan kelompok Kompas—terhadap Nabi Muhammad Saw yang membawa Arswendo Atmowiloto masuk bui.
Kasus Monitor yang membuka karakter asli Kompas, yakni membenci kepada Islam dengan menghina Nabi Muhammad Saw, sebenarnya tidak cukup sekadar memenjarakan Arswendo. Sehingga Kompas niscaya “tertawa” sinis dengan hukuman sangat ringan itu. Ingat di kalangan gereja Inggris dan Eropa —pada abad Pertengahan– dikenal penghinaan kepada Kristen dengan hukuman blasphemy, di mana pelaku dihukum mati dengan cara tubuhnya dikoyak menjadi empat bagian setelah diikat tangan dan kakinya oleh kuda, seraya kuda dipaksa untuk berlari ke empat penjuru sehingga tubuh Sang Pendosa agama ini tercabik menjadi empat bagian yang mengerikan. Karena sanksi yang ringan inilah Kompas semakin berani melecehkan apa saja berkaitan dengan aspirasi Islam di Indonesia.
Tidak lama setelah kasus Monitor dengan lebih berani Kompas melancarkan tuduhan: “Ijo Loyo-Loyo” bagi umat Islam yang pada 1990-an awal semakin bersahabat dengan pemerintahan Soeharto. Sebenarnya kedekatan Soeharto dengan kelompok Islam sudah dimulai sejak 1987 dan tercermin pada hasil Pemilu 1987, di mana Golkar atas perintah Soeharto melakukan ‘pembersihan’ kepada anggota-pimpinan Golkar dari Kristen diganti Islam.
Sebenarnya, Soeharto hanya membuat keseimbangan anggota DPR dan anggota kabinet pembantunya mulai disusun secara proporsional—sesuai jumlah agama penduduk di Indonesia yang mayoritas Islam–, karena sebelumnya sejak 1967, selalu dominan orang-orang Kristen. Perubahan ini selalu dijelaskan oleh Habibie sebagai pemerintah ingin mengikuti asas proporsional, walau ternyata belum proporsional mutlak.
Memang terjadi perubahan cukup mencolok sejak 1988 itu, menteri-menteri bidang ekonomi yang langganan dijabat tokoh Kristen diganti sama sekali. Hilanglah menteri-menteri Kristen mulai: JB. Sumarlin, Frans Seda, Radius Prawiro, Adrianus Mooy, juga yang Islam namun bersekutu dengan Kristen misalnya Widjojo Nitisastro, Ali Wardana, Emil Salim, Saleh Afif dan seterusnya.