Isyarat dari Pulau Seribu Masjid untuk Indonesia
Tuhan marahkah kau padaku
Inikah akhir duniaku
Kau hempaskan jarimu diujung banda
Tercenganglah seluruh dunia
Tuhan mungkin kau kuabaikan
Tak ku dengar kan peringatan
Kusakiti engkau sampai perut bumi
Maaf kami ya Robbi
Penggalan lagu “Indonesia Menangis” yang dipopulerkan oleh Sherina ini benar-benar menggambarkan apa yang terjadi pada negeri ini. Indonesia menangis karena salah satu wilayahnya di Lombok, Nusa Tenggara Barat mengalami beberapa kali goncangan hebat.
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa dengan kekuatan 6,4 Skala Richter (SR) terjadi pada hari Minggu (29/7/18). Sepekan kemudian Minggu (5/8/18) guncangan kembali datang dengan kekuatan 7 SR. Belum hilang duka dan trauma, gempa lagi-lagi mengguncang wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat, Kamis (9/8) dengan kekuatan 6,2 SR.
Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, gempa susulan dengan skala kecil akan terus terjadi hingga empat minggu ke depan di Wilayah Lombok. “Tiga hingga empat minggu kedepan gempa kecil masih akan terjadi. Kita harus menerimanya, ini proses alam,” kata Dwikorita. (Liputan6.com, 10/9/18)
Beberapa kali goncangan gempa di Lombok menyebabkan dampak kerusakan berat. Kerusakan fisik bangunan perkantoran, rumah penduduk, fasilitas umum dan rumah ibadah. Banyaknya bangunan yang runtuh menimpa korban, ada korban luka-luka dan meninggal. “259 (korban meninggal) terverifikasi,” kata Kepala Pusat Data dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, mengacu pada korban meninggal sejak gempa mengguncang Ahad (05/08). Jumlah yang terpaksa mengungsi meningkat menjadi sekitar 270.000 orang, kata Sutopo dan korban luka parah sekitar 1.000 orang. (bbc.com, 9/8/18)
Bencana gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat ini menjadi duka bagi nasioanal dan internasional. Di laman Harian Nasional dengan judul “Duka Dunia Untuk Gempa Lombok” memberitakan dari Sekjen PBB dan beberapa petinggi negara rame-rame turut berempati terhadap gempa Lombok ini.
“Saya menyampaikan duka cita mendalam untuk korban dan keluarga korban gempa Lombok. Saya berharap Lombok kembali indah seperti semula. PBB senantiasa siap membantu upaya penyelamatan dan pemulihan di Pulau Lombok” kata Sekjen PBB Antonio Gueternes. (Harnas.com, 9/8/18)
Dalam menyikapi berbagai bencana alam yang berangsur-angsur terjadi di negeri ini, dari banjir bandang, tanah longsor, gunung meletus, angin puting beliung hingga tsunami, ada perbedaan yang sangat mencolok antara orang yang faham agama dengan orang yang awam. Orang yang faham agama akan menyebutkan bahwa bencana seperti gempa bumi dan lain-lainya yang terjadi di negeri ini adalah merupakan ketetapan Allah dan ujian bagi orang-orang mukmin serta peringatan bagi orang-orang yang ingkar.
Adapun bagi orang yang awam, mereka akan mengatakan bahwa bencana ini adalah fenomena alam biasa. Misalnya “ini karena bumi sudah tua, ini karena pergeseran lempeng bumi, ini karena faktor iklim buruk” dan sebagainya. Tidak ada kaitan sama sekali antara bencana alam dengan maksiat atau tidaknya suatu penduduk sebuah negeri.
Sebagai hamba yang beriman, kita harus yakin semua manusia yang menjalani kehidupan ini pasti akan mendapatkan ujian baik berupa kesenangan maupun kesedihan. Sebagaimana Firman Allah Swt. “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada kami. (QS. Al-Anbiya: 35)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “(Makna ayat ini) yaitu Allah Swt. akan menguji dengan keburukan berupa musibah, dan juga menguji dengan kebaikan berupa nikmat. Sehingga akan diketahui siapa yang sabar dan siapa yang tidak sabar, siapa yang syukur dan siapa yang kufur”.
Bencana alam merupakan ujian bagi seorang muslim untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaannya dengan senantiasa menerima musibah sebagai Qodho Allah Swt. Semakin mendekatkan diri kepada Allah dan berupaya meninggalkan apa yang bisa mendatangkan azab dan murka Allah Swt.
Al-Qur’an adalah kalam Allah Swt. yang seharusnya dijadikan sebagai petunjuk hidup terbaik agar kita tidak tersesat didunia dan akhirat. Jika setiap becana alam tidak mengandung pelajaran penting bagi manusia lalu untuk apa Allah Swt. menyuruh kita belajar dari fakta sejarah kisah-kisah kaum terdahulu yang telah dibinasakan karena mengingkari Allah Swt.
Sebagaimana Allah Ta’ala mengkisahkan kisah kaum Tsamud yang dibinasakan dengan suara yang sangat keras, kaum ‘Ad dibinasakan dengan angin topan yan sangat dingin selama tujuh malam delapan hari terus-menerus (Lihat: QS. Al-Haqqoh: 5-7). Dan beberapa kisah-kisah kaum yang ingkar yang lain agar menjadikan peristiwa tersebut peringatan dan diperhatikan untuk pembelajaran.
Allah Swt. berfirman, “Dan tidak ada suatu negeripun (yang durhaka peduduknya) melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat dan kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras yang demikian itu tertulis dalam kitab (lauh mahfudz). (QS. Al-Isra :58)
Dan inipun yang sedang dihadapi negeri ini, bencana alam seperti banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung dan lain sebagainya merupakan akibat kemaksiatan dan dosa kita.
Lihatlah! realita yang ada pada negeri ini. Beraneka macam bentuk kesyirikan mewabah diseantero negeri. Kemaksiatan begitu terpampang jelas, pemberitaan tindak kriminal menghiasi berita media cetak dan media elektronik hampir setiap hari dari pencurian, pembegalan, perampokan hingga korupsi uang negara. Dari perzinahan, pemerkosaan, sex bebas, aborsi hingga prilaku sex menyimpang LGBT. Dari tawuran antar pelajar, kelompok bersenjata hingga bom bunuh diri yang banyak makan korban. Dari saling caci maki, adu domba hingga pembunuhan. Dari tindak kriminal biasa sampai kriminalisasi ulama hingga kriminalisasi ajaran islam yaitu Khilafah.
Hukum yang dipakai adalah hukum buatan manusia sehingga apa yang telah Allah Swt. haramkan bisa berganti menjadi mubah. Faktanya? Mereka membiarkan prostitusi, mereka mengesahkan pendirian pabrik-pabrik minuman keras, mereka menyuburkan praktek riba, dan lain sebagainya. Sehingga, ini semua menjadi bukti bahwa bencana yang terjadi tidak lain karena ulah tangan manusia dan kemaksiatan-kemaksiatan yang telah merajalela.
Apa yang harus dilakukan?
Berkaca pada generasi terbaik, sahabat Rasulullah Saw. dan Amirul Mukminin. Ketika Madinah terguncang gempa, Khalifah ‘Umar bin Khattab mengetuk tongkatnya dan berkata, “Wahai bumi adakah aku berbuat tidak adil?”
Lalu berkata lantang, “Wahai penduduk Madinah, adakah kalian berbuat maksiat?, tinggalkan perbuatan itu, atau aku akan meninggalkan kalian!” (Ibnu Hajar al-‘Asqolani, Fath al-Bari, IX/244)
Atas berbagai macam bencana alam melanda negeri ini yang merupakan isyarat dari Allah Swt., sudah saatnya kita semua kembali kepada Allah Swt. dengan menerapkan semua syariat Islam secara keseluruhan sebagai wujud keimanan dan ketakwaan kita agar negeri ini penuh keberkahan.
Allah Swt. berfirman: “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf : 96).
Wallahu’alam
Eva Rahmawati
(Ibu Rumah Tangga dan Pemerhati Sosial)