Anies dan ‘Penggembosan’ Parpol Oligarki
Inilah “aura politik” yang terasa dalam angin perubahan menandai terjadinya proses transisi demokrasi di Republik ini menjelang Pilpres 2024.
Perubahan itu terjadi seolah didorong oleh dua kekuatan ganda digdaya tak kentara secara “alami” dan yang lebih digdaya lagi kekuatan ikhtiar dan doa oleh suara ratapan rakyatnya kepada Tuhan, Vox Populi Vox Dei.
Seolah seperti munculnya “Sang Kesatrian Ratu Adil”, sosok mistis-filosofis yang membawa asa dan yang selalu dimimpikan oleh rakyat Jawa kehadirannya.
Itulah yang memayungi dan menaungi “ingkan duriyahni pun suluhe nur” Anies Baswedan sekarang.
Suara Rakyat Suara Tuhan itu sebagai bagian begitu kuat menyalanya nur semangat religiusitas keyakinan rakyat, diejawantahkan dengan begitu tumbuh suburnya persemaian — analogi lain ratusan ribu bahkan kelak jutaan bak pendulum bola salju yang terus tak akan terhentikan, adalah adanya semakin membesar dan meluasnya kemunculan “simpul-simpul suara aspirasi” gerakan dan pergerakan komunitas relawan politik pendukung Anies Baswedan di seluruh pelosok nusantara.
Sedangkan, inilah sisi secara “alami”-nya yang mengantarkan proses kemunculannya: berdasarkan landasan kesukarelaan, kejujuran, ketulusan dan keiklasan hati, sera tanpa pamrih, “vested interested”.
Artinya, tidak direkayasa, tidak dibuat dan tidak dipesan oleh ambisiusisme nafsu politik Anies.
Itu semua semata-mata demi rakyat yang tengah mendambakan dan merindukan asa adanya angin perubahan yang lebih baik untuk negara dan bangsa yang dicintainya.
Segala asa itu rakyat gantungkan sepenuhnya di pundak dan bahu Anies Baswedan.
Itulah fakta faktual, ada datanya, dan berdasarkan pikiran logis akal sehat yang akan menjadi premis “political de facto” begitu kuat dan besarnya apresiasi, aspirasi dan partisipasi politik publik arau rakyat kepada sang pemimpin calon bakal Presiden Anies Baswedan.
Dan itu tanpa disadari telah menimbulkan faktor sebab-akibat (causa prime) terjadinya efek gempa “likuifaksi politik” terhadap segala bentuk deformasi “political de jure” dipersyaratkan dalam formalitas hukum konstitusional, namun justru tengah membelenggu dan menjerat kebebasan tatanan kehidupan demokrasi, Presiden Threshold 20%.