Ketakwaan Kolektif Misi Besar Shaum Ramadhan
Ramadhan bulan suci yang penuh keutamaan, kemuliaan dan keberkahan. Keutamaannya karena Allah mewajibkan setiap mukmin yang mukallaf menunaikan rukun Islam ketiga yaitu shaum. Kemuliaannya karena Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai al huda (petunjuk) dan al furqan (pembeda antara yang haq dan batil), tak hanya bagi muslim tapi seluruh manusia.
Rasulullah Saw mengatakan bahwa apabila setiap manusia berpegang teguh pada Al-Qur’an maka tak akan tersesat selamanya. Tak hanya itu di sepuluh malam terakhirnya, terdapat lailatul qadar yang kemuliaannya lebih baik dari seribu bulan. Keberkahannya karena Allah melimpahkan seluas-luasnya pahala dan rahmatNya kepada setiap mukmin yang ingin mendekatkan diri kepadaNya. Di bulan inilah Allah akan membuka pintu syurga, menutup pintu neraka dan membelenggu syetan-syetan.
Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 183.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Misi besar dari penunaian shaum berdasarkan ayat di atas adalah la’allakum tattaquun. Penunaian shaum tak hanya berbekal iman dan ikhlas kepada Allah, tapi harus ada upaya sungguh-sungguh meraih gelar takwa tersebut. Upaya ini diwujudkan dengan pelaksanaan berbagai amal shalih sesuai tuntunan Rasulullah Saw. Yang harus dipahami khitab (seruan) ketakwaan yang diminta Allah dalam ayat di atas, tak hanya ditujukan pada individu. Tetapi juga ketakwaan dalam tataran masyarakat dan negara. Artinya ketakwaannya secara kolektif (bersama-sama). Karena ketiga ketakwaan tersebut saling berkelindan satu sama lainnya.
Pertama ketakwaan individu. Dalam tafsir Jalalain dijelaskan bahwa ketakwaan ini terwujud karena shaum dapat mengalahkan syahwat yang merupakan sumber maksiat. Jika takwa tumbuh maka dalam jiwa muncul rasa waspada dan takut untuk bermaksiat. Indikator amalnya yaitu menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah. Para ulama menjelaskan bahwa menjalankan perintah Allah semaksimal mungkin. Tapi menjauhi larangan Allah mutlaq untuk dilakukan, tak ada pengecualian. Karena menjauhi larangan Allah lebih sulit dilakukan ketimbang menjalankan perintah Allah. Jadi belum dikatakan takwa apabila muslimah memakai jilbab, tapi masih pacaran. Karena pacaran adalah aktifitas mendekati zina yang telah dilarang Allah dalam surat Al Isra ayat 32. Hal yang sama juga apabila seseorang rajin melaksanakan shalat sunnah, tapi masih berkubang riba. Karena dalam surat Al Baqarah ayat 275 Allah telah melarang riba.
Kedudukan syariat Islam yang diturunkan Allah kepada manusia bersifat syamil (meliputi segala sesuatu) dan kamil (sempurna). Syamil artinya syariat telah menjelaskan semua hal dan mengatur segala perkara. Tak hanya mencakup hablumminallah (ibadah ritual), tapi juga hablumminannas (politik, pendidikan, ekonomi, pergaulan, sosial, budaya, hukum dan sebagainya). Kamil artinya syariat Allah sempurna tak sedikit pun memiliki kekurangan. Individu yang bertakwa memahami kedudukan syariat ini. Tak memarginalkan syariat Islam hanya pada sudut-sudut masjid atau urusan nikah, cerai dan wafat. Tapi berusaha mengamalkannya secara kaaffah (menyeluruh). Karena ini adalah tuntutan keimanannya, sesuai dengan perintah Allah dalam surat Al Baqarah ayat 208.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Ketakwaan individu akan sangat sulit terwujud, apabila kondisi masyarakat di sekitar tempat tinggalnya tak bertakwa. Karena individu tak dapat dipisahkan dari masyarakat. Galibnya pemikiran individu dipengaruhi oleh pemikiran yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Makanya dibutuhkan ketakwaan masyarakat untuk mewujudkan dan memperkuat ketakwaan individu.