Pakar Hukum UIKA Soroti Tingginya Korupsi Pengadaan Barang/Jasa
Jakarta (SI Online) – Korupsi pengadaan barang/jasa kembali terjadi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan yang menegaskan sektor pengadaan barang/jasa menjadi sektor yang paling rentan dengan korupsi.
Pakar Hukum UIKA Bogor, Nandang Sutisna, menyatakan korupsi pengadaan merupakan sektor dengan korupsi paling tinggi baik secara kualitas maupun kuantitas. Megakorupsi KTPel, Hambalang, Simulator SIM merupakan beberapa contoh diantaranya.
Nandang menyoroti beberapa penyebab tingginya korupsi pada sektor pengadaan barang/jasa.
“Korupsi pengadaan barang/jasa di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kelemahan perundang-undangan, kelemahan SDM dan kelembagaan serta belum meratanya ekosistem digital keuangan negara”, ujar Nandang.
Kelemahan perundang-undangan terjadi karena rendahnya konsistensi regulasi dengan seringnya menaglami perubahan dan tumpang tindihnya juknis antara Peraturan LKPP, Permen PUPR dan Permendagri. Kelemahan ini menyebabkan pemahaman pelaksana pengadaan terhadap prosedur rendah, berpotensi menimbulkan kebingungan dan rendahnya kepastian hukum.
“Solusi masalah konsistensi regulasi pengadaan adalah Undang Undang Pengadaan Barang/Jasa Negara, karena peraturan presiden dengan juknis diatur melalui banyak peraturan menteri dan lembaga sering tidak memiliki visi dan kebijakan yang sama”, tutur Nandang.
Masalah berikutnya adalah masalah SDM dan kelembagaan, lanjut Nandang, walaupun secara kebijakan terlihat ideal, namun implementasinya sangat rendah. Penyebabnya proses ini dianggap sulit dan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, selain faktor rendahnya keseriusan.
“Masalah berikut adalah terkait dengan pengembangan e-Government pada sektor pengelolaan keuangan negara yang belum merata”, lanjut Nandang.
Pengembangan e-Government masif pada pengembangan e-Procurement untuk pengadaan barang/jasa, namun untuk e-Budgeting dan e-Payment masih sangat sangat minim. Walaupun ada, sistemnya belum terintegrasi dengan e-Procurement, formatnya belum seragam dan belum sepenuhnya transparan untuk publik.
“Untuk meningkatkan pencegahan korupsi pengadaan, pemerintah dan DPR segera mengesahkan undang-undang pengadaan barang/jasa negara atau bahkan undang-undang omnibus law dimana pengaturan anggaran negara, perbendaharaan negara, pengadaan barang/jasa negara, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan negara diatur dengan lebih selaras dan diarahkan untuk meningkatkan pencegahan korupsi”, imbuhnya.
Nandang menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak dapat dilakukan secara emosional, namun harus dilakukan secara sistematis dan bertahap. Masifnya penindakan korupsi yang dilakukan oleh KPK dan penegak hukum lainnya belum mampu meningkatkan kinerja pemberantasan korupsi. Pencegahan korupsi, terutama pada sektor pengadaan barang/jasa merupakan agenda yang penting dan mendesak untuk dilaksanakan.[]