Sekularisasi Pendidikan Mencetak Generasi Tega
Clever Pardi Bara (17), siswa salah satu sekolah di Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), tewas ditikam teman sekolahnya SLR Senin (3/9/2018) (kompas.com)
Dikutip dari media harian kompas.com, 4/9/2018 , Clever Pardi Bara (17) sedang melerai perkelahian antara SLR (18) sang pelaku dengan Fito yang terjadi di lingkungan sekolahnya. SLR berniat mengeluarkan pisau untuk menikam Fito. Namun posisi korban yang berada di tengah keduanya. Membuat pisau salah sasaran dan justru menikam korban yang sedang berusaha melerai. Clever tewas bersimbah darah dengan pisau menancap tepat di ulu hati.
Kejadian ini patut disayangkan banyak pihak. Mengingat ada senjata tajam masuk ke wilayah sekolah. Apatah lagi digunakan SLR berkelahi hingga menewaskan Clever. Bagaimana bisa benda berbahaya seperti itu masuk ke lingkungan?
Di masa sekolah seperti itu sudah sewajarnya seorang pelajar sedang repot membawa buku-buku yang bercetak tebal untuk persiapan pelajaran. Bukan malah membawa pisau yang jelas-jelas membahayakan. Sewajarnya mereka sedang sibuk memikirkan pekerjaan rumah dan berdiskudi tentang kasus di buku pelajaran. Namun nyatanya mereka malah terlibat dalam kasus perkelahian hingga berujung pembunuhan.
Miris, anak belasan tahun yang harusnya sedang sibuk mempersiapkan Ujian Nasional. Sibuk mengejar nilai tinggi demi masuk Perguruan Tinggi favorit. Atau sibuk mempersiapkan diri untuk lulus sekolah dan bersiap memasuki dunia kerja. Sebaliknya malah menjadi pemeran utama dalam kasus pembunuhan seperti ini. Tega menghilangkan nyawa teman sendiri.
Inilah fakta hari ini, kurikulum yang diterapkan tidak mampu membentuk akidah dan akhlak mulia. Sebaliknya justru melahirkan remaja “Trouble Maker” minus iman, akhlak dan adab. Alih-alih menjadi harapan umat sebaliknya menjadi generasi yang rusak. Terlibat narkoba, tawuran, ospek yang berujung kekerasan yang bahkan banyak diantara kasus terjadi di lingkungan sekolah. Kondisi ini memperlihatkan mental buruk anak bangsa dengan didikan kurikulum buah dari sistem sekular. Memisahkan agama dengan kehidupan nyata, yang mencetak remaja rentan berpenyakit masyarakat.
Islam sebagai aqidah dan syariat melahirkan sistem pendidikan mumpuni. Mencetak generasi Rabbani, memiliki kesadaran tinggi tentang hakikat diri untuk apa diciptakan. Yaitu semata untuk beribadah kepada Alloh Ta’ala untuk menggapai ridho-Nya.
Ini dibuktikan dengan pola pikir dan pola sikap yang Islami, menjadikan Islan sebagai standar pemikiran dan perbuatan. Sehingga lahir generasi yang memiliki keimanan tinggi, berakhlaknul karimah dan beradab mulia.
Sudah seharusnya pendidikan tentang akidah, adab dan akhlak ditanamkan sejak dini. Kasus Clever menggambarkan pentingnya penanaman aqidah, adab dan akhlak. Agar remaja mengenal Sang Pencipta dan agamanya. Sehingga dia paham, bahwa apapun yang dilakukan nantinya pastilah dimintai tanggung jawab.
Itu semua dapat terwujud kalau Islam diterapakan secara kaaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Tentunya penerapan Islam secara kaffah membutuhkan peran negara. Tanpa penerapan Islam secara kaaffah oleh negara, niscaya generasi tega akan terus merajalela. Wallahu’alam bishshawwab.
Dewi Imas Fajrina Laeli
(Mahasiswi STIE Insan Pembangunan)