Kesatuan Aksi Masyarakat Jabar Tuntut Proyek Rempang Eco City Dibatalkan
Bandung (SI Online) – Sejumlah elemen masyarakat yang menamakan diri Kesatuan Aksi Masyarakat Jawa Barat Bela Rempang menggelar unjuk rasa di Gedung Sate hingga Gedung Merdeka, Kota Bandung, Selasa (26/9/2023).
Aksi tersebut digelar sebagai bentuk solidaritas untuk warga Rempang yang saat ini sedang mempertahankan kampung halamannya dari penggusuran.
Pimpinan Aksi Ustaz Asep Syaripudin mengungkapkan bahwa konflik warga etnis Melayu dengan aparat di Rempang merupakan Skandal Nasional yang memalukan martabat bangsa Indonesia atau menurunkan martabat akibat perbuatan ilegal yang berpotensi besar adanya korupsi dan praktek-praktek tidak etik.
“Dulu PT MEG pernah diperiksa korupsi 3,6 Trilyun dan Izin kepada PT MEG Tomy Winata untuk mengelola “Rempang Eco City” tidak memenuhi proses perizinan yang layak. Rekomendasi DPRD Batam 2023 yang merujuk pada kerjasama PT MEG tahun 2004 selain dipaksakan juga cacat hukum,” jelas Ustaz Asep dalam pernyataan sikap aksi tersebut.
Akan tetapi, kata dia, kemudian secara mendadak tanpa dasar hukum yang kuat hanya melalui Kepmenko Perekonomian Airlangga Hartarto No. 7 tahun 2023 tanggal 28 Agustus 2023 menjadikan proyek “Rempang Eco City” sebagai Program Strategis Nasional untuk pendirian sebagai pabrik kaca dan solarsel hasil pertemuan Xi Jinping Presiden RRC dengan Presiden Jokowi.
“Padahal kerja sama investasi itu hanya membuat pabrik kaca dan dilakukan antara erusahaan swasta, bukan proyek strategis yang berkaitan dengan Negara,” ungkap Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat itu.
Kemudian dalam pelaksaan relokasi, lanjut dia, ada tindakan kesewenangan yang menyebabkan banyak jatuh korban dari masyarakat.
“Bahwa, semula tindakan sewenang-wenang rezim Jokowi melakukan pengosongan Pulau Rempang dengan memindahkan penduduk asli yang telah ada secara turun temurun ke Pulau Galang dengan kekerasan melalui pengerahan aparat gabungan dengan perlengkapan taktis menghadapi membombardir dengan gas airmata, menyebabkan rakyat Melayu termasuk anak-anak jadi korban baik fisik dan psikis pada tanggal 7 September 2023 merupakan perilaku tidak etis dan merusak sendi-sendi moral mengarah kepada pelanggaran HAM,” kata Ustaz Asep.
“Bahwa, melalui kebohongan rezim Jokowi menyatakan bahwa investor dari China Xinyi Glass terbesar di dunia dan yang akan dibangun di Pulau Rempang menjadi no, 2 di dunia. Ternyata dari data Xinji bukanlah pabrik terbesar di dunia, tidak mempunyai kemampuan untuk menggelontorkan investasi dana sebesar 170 Triliun apalagi 381 trilyun. Malah dimungkinkan adanya money laundering/pencucian uang dari para taipan konglomerat hitam untuk proyek tersebut melalui membangun kebohongan publik,” lanjut dia.
Selain itu, kesatuan aksi juga menilai MoU dengan China melalui Proyek kerjasama PT MEG dengan Xinyi Group, dengan syarat adanya pengosongan pulau Rempang dengan batas waktu tanggal 28 September 2023 merupakan pernyataan merendahkan kedaulatan bangsa Indonesia, terutama dengan mengusir penduduk asli pulau Rempang.
“Program srategis nasional memberikan kepada swasta asing China, berakibat mereka akan bisa berbuat seenaknya terhadap pulau yang dikosongkan tanpa bisa diketahui lagi oleh penduduk asli, dikonstatir adanya kepentingan tersembunyi untuk menyerahkan pulau Rempang tersebut kepada asing,” ungkap Ustaz Asep.
Pihaknya mensinyalir, jika dihubungkan dengan keinginan rezim Jokowi mengajukan RUU untuk melegitimasi HGU dan HGB selama 2 x 90 tahun. Selama 180 tahun swasta asing bebas disana, tentu tenaga asing akan hadir mempunyai keturunan.
“Lambat laun anak cucu keturunan pribumi pada pemerintahan RI dikemudian hari akan ‘terpaksa’ melepas pulau Rempang tersebut, karena tidak ada lagi pribumi berada dipulau tersebut, selama 180 tahun China membangun berbuat apa saja terhadap pulau tersebut. Sehingga ini merupakan invasi yang berkedok investor oleh China. Ini sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI,” tuturnya.
Kesatuan aksi menilai, keinginan rezim Jokowi baik di pulau Rempang maupun di IKN menetapkan HGU dan HGB 2 x 90 tahun melalui Kepres, Inpres ataupun RUU melanggar dan bertentangan dengan UU No. 5 tahun 1960 serta putusan MK No. 21-22/ 2007 yang menyatakan lamanya pemberian HGU dan HGB tersebut melanggar UUD 45.
“Bahwa setelah adanya desakan dari rakyat Melayu dan dukungan dari berbagai tokoh nasional dan daerah serta unjuk rasa diberbagai daerah memberikan dukungan kepada masyarakat Melayu di pulau Rempang. Pemerintah Jokowi “terpaksa” akhirnya untuk sementara mengalah mengeser 5 kampung tua, namun belajar dari nasib rakyat asli di pulau Komodo karena adanya investasi, lambat laun kehidupan mereka merana, karena untuk pencarian nafkah mereka sulit atau dibuat sulit akhirnya dengan terpaksa mereka meninggalkan pulau tersebut. Mengenaskan,” jelasnya.