Pembebasan Palestina dan Harapan Umat
Beredar surat dari Duta Besar (Dubes) Palestina untuk Indonesia yang meminta kepada para pengurus masjid, agar menyampaikan pada khutbah Jumat hari ini, tentang perjuangan rakyat Al-Quds dan mendoakan mereka. Sebagian besar masyarakat pun telah turun ke jalan, memohon dengan sangat kepada para pemimpin negeri-negeri muslim, agar mengirimkan pasukan jihad untuk mengenyahkan penjajahan zionis Israel.
Dunia akhirnya terbelah, terbagi menjadi dua pihak, antara kelompok yang pro Palestina dan yang lainnya pro Israel. Hal ini terjadi setelah serangan Hamas beberapa hari lalu, membombardir pemukiman Israel dan membuka salah satu celah dinding Gaza. Sebagian netizen mengecam Hamas yang dianggap melakukan penyerangan secara tiba-tiba meski tidak ada angin, maupun hujan.
Sedangkan warganet lainnya yang mengerti konstelasi politik menyatakan bahwa tak perlu angin dan hujan lagi, sebab kebiadaban Israel telah dipertontonkan selama ini, terhadap warga muslim Palestina. Maka jika kini Palestina lagi-lagi bergerak membela diri, semata-mata karena memperjuangkan kehidupannya yang telah dilumat habis oleh Israel.
Kehidupan warga Palestina terusik setelah Inggris pada tahun 1920 dengan persekongkolan jahatnya, memberi ruang kepada Israel. Dunia menutup mata. Media bungkam tak melakukan tindakan apapun tatkala rakyat Palestina meregang nyawa. Kekejian dipertontonkan berpuluh tahun lamanya, dan tak satupun badan dunia termasuk PBB bergerak untuk menghentikan penjajahan. Tidak juga negeri-negeri muslim lainnya.
Mereka sepakat diam, bergeming, menyaksikan pembantaian berlangsung sepanjang waktu di balik dinding penghalang yang bernama Gaza. Meski demikian sebagian warga muslim negara tetangga memberikan bantuan berupa bahan makanan, logistik dan obat-obatan. Pun banyak yang mengirimkan doa, serta qunut nazilah agar Allah SWT menetapkan kemenangan bagi Palestina.
Sekat nasionalisme terbukti ampuh mengerat-ngerat tubuh kaum muslim. Mereka yang diibaratkan sebagai satu tubuh, adalah umat yang satu (ummatan waahidatan). Maka sebagai sesama muslim, kita pun paham betul menderitanya terjajah. Sebab kita adalah bagian tubuh yang lain, yang turut merasakan kepedihan, manakala tak satupun negeri Islam lainnya mengirimkan bala bantuan berupa pasukan demi jihad fi sabilillah.
Begitu pula dengan negeri ini, yang dalam Pembukaan UUD 45 menyatakan bahwa, kemerdekaan adalah hak segala bangsa, nyatanya tak sungguh-sungguh mengembalikan hak Palestina sebagai warga yang merdeka. Bahkan seperti halnya negara lain, malah memberi solusi semu bagi kedua bangsa yang sedang berseteru ini, yakni ‘two state solution’, atau memberi tempat dan posisi kepada Israel di tempat yang sekarang dikuasainya (Negara Palestina).
Sementara sejak pemerintahan Kekhilafahan Umar bin Khaththab pada tahun 15 H, wilayah Palestina statusnya adalah tanah kharajiyah. Menjadi tanah kaum muslim secara keseluruhan, bahkan bukan milik bangsa Palestina semata. Apatah lagi harus berbagi kepemilikan dengan penjajah, sungguh hal itu tak masuk akal. Siapapun tak akan sudi berbagi dengan penjarah.
Khalifah Abdul Hamid II menyampaikan pesan kepada wakilnya, “Nasihatilah Doktor Hertzl. Janganlah dia mengambil langkah serius dalan hal ini. Sesungguhnya aku tidak akan melepaskan bumi Palestina, meskipun hanya sejengkal.
Palestina bukanlah milikku, tetapi milik kaum muslim. Rakyatku telah berjihad untuk menyelamatkan bumi ini dan mengalirkan darah demi tanah ini.
Hendaknya kaum Yahudi menyimpan saja jutaan uangnya. Jika suatu hari nanti Khilafah terkoyak-koyak, maka saat itulah mereka akan sanggup merampas Palestina tanpa harus mengeluarkan uang sedikitpun.
Selagi aku masih hidup, maka goresan pisau di tubuhku terasa lebih ringan bagi diriku, daripada aku harus menyaksikan Palestina terlepas dari Khilafah. Ini adalah perkara yang tidak boleh terjadi!”