Mantan Wamenkumham: Putusan MK soal Batas Usia Tidak Sah
Jakarta (SI Online) – Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan bahwa putusan MK Nomor 90 (”Putusan 90”) terkait konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres, yang mengabulkan sebagian permohonan, dan membuka peluang kepala daerah yang pernah/sedang menjabat untuk menjadi kontestan dalam pemilihan presiden adalah tidak sah.
“Putusan 90 mempunyai kecacatan konstitusional yang mendasar, dan karenanya tidak sah,” tegas Denny dalam diskusi yang digelar oleh Tim UI Watch dan Petisi 100 di Jakarta, Rabu (19/10/2023).
Ia mengatakan, argumentasi hukum yang mendasari putusan “Perkara 90” tidak sah, salah satunya karena hakim, dalam hal ini Ketua MK Anwar Usman, tidak mundur dalam penanganan perkara di mana sang hakim mempunyai benturan kepentingan.
Benturan kepentingan yang dimaksud, kata Denny, ialah Anwar Usman merupakan ipar Presiden Joko Widodo dan keluarga dari Gibran Rakabuming Raka yang belakangan digadang-gadang akan menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto.
Denny menjelaskan, Undang-undang nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman telah mengatur, “seorang hakim… wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa.”
“Akibat dari tidak mundurnya hakim yang mempunyai benturan kepentingan tersebut adalah putusan dinyatakan tidak sah,” tegas Denny.
Kembali ia menegaskan bahwa Putusan 90 tersebut sarat dengan cacat konstitusional dan tidak sah. “Karena itu saya merekomendasikan, yang pertama Putusan 90 yang tidak sah sebijaknya tidak dijadikan dasar dan pertimbangan dalam perhelatan sepenting Pilpres 2024 yang akan sangat menentukan arah kepemimpinan Bangsa Indonesia, yaitu Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029,” jelasnya.
Denny mengatakan bahwa siapapun yang menjadi pasangan calon dalam Pilpres 2024 —bukan hanya terkait Gibran Rakabuming Raka— dengan hanya menyandarkan diri pada Putusan 90 akan beresiko dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai paslon dalam Pilpres 2024.
“Bahkan, kalaupun berhasil terpilih, beresiko dimakzulkan (impeachement) karena sebenarnya tidak memenuhi syarat sebagai pasangan calon presiden ataupun wakil presiden, karena hanya berdasarkan dengan Putusan 90 yang cacat konstitusional dan tidak sah,” ujarnya.
Sementara itu, kepada MK, dengan dukungan seluruh elemen yang masih sadar dan cinta Indonesia, Denny menyarankan sebaiknya memproses pelanggaran kode etik yang terjadi dalam Putusan 90, dengan tujuan menegakkan kembali marwah, harkat, martabat, dan kehormatan MK.
red: adhila